Jumat, 04 Agustus 2017

CHSG (Catatan Hati Seorang Guru)

"enak banget kamu udah jadi guru, udah bisa cari duit sendiri." atau "enak ya jadi guru ketemu anak-anak yang lucu dan polos-polos".

Kalimat-kalimat diatas sudah sering saya dengar, saya pun kontan hanya bisa 'nyengir', tidak tahu akan menjawab apa, karena jujur saja kondisinya jauh dari kata 'enak'.

Well, enak sih. Serius. Tapi kata 'enak' tidak mutlak menggambarkan kehidupan seorang guru, sekalipun guru mata pelajaran seperti saya.

Untuk para anak muda yang sedang semangat-semangatnya membangun negeri dengan kerelawanan, bertemu anak-anak dengan senyum polosnya memang menyenangkan, mendebarkan, dan menambah wawasan. Ditambah dengan bonus foto-foto candid yang apik dan instagram-able yang bisa di upload dengan caption nan inspiratif. Saya memahami itu sekali, saya juga pernah merasakannya. Namun ketika dirimu menjadi tenaga pendidik yang bertemu mereka setiap hari dengan segala keimutan dan keaktifannya, mungkin kesan pertama akan berbeda dengan yang seterusnya.

Anak-anak yang cenderung pemalu, ceria dan lucu ketika bertemu orang baru akan berubah menjadi anak-anak yang polos, hiperaktif, susah dipahami, dan banyak ingin tahu sehingga pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan akan berulang-ulang dan terkesan menjenuhkan. Yang mereka inginkan hanyalah apapun yang membuat mereka tidak bosan. Maka jangan heran ketika selesai satu tugas mereka selalu merengek ingin jajan keluar. Jika bosan pun selalu berterus terang dan menuntut, membuat hati guru-guru yang mendengarnya menjadi 'nyess'.

Banyak orang berpikir bahwa guru adalah profesi yang mudah dan membosankan. Karena persepsi "mudah" itu, bahkan banyak orang yang menganggapnya sebagai profesi 'cadangan', ketika mereka tidak bisa menggapai jurusan-jurusan yang lebih bergengsi di perguruan tinggi bergengsi pula. Padahal guru merupakan salah satu unsur terpenting dalam kemajuan bangsa.

Teman teman, menjadi guru bukan hanya perlu intelektual dalam mata pelajaran yang diajarkannya. Beban guru lebih dari itu. Calon guru belajar psikologi agar mereka bisa memahami calon anak-anak didiknya dengan baik. Calon guru juga belajar filsafat, agar dia tau hakikat dirinya dan bagaimana ia bersikap sebagai guru. Calon guru sudah dididik dengan kedisiplinan tinggi ketika ia mulai belajar menjadi guru. Sulit loh, menahan diri dengan rela pakai kemeja serta seragam rapih dan sepatu tertutup khas guru ketika anak-anak jurusan lain bahkan dengan entengnya bisa pergi kuliah dengan jeans dan baju-baju modis.

Ketika seseorang sudah menjadi guru, maka ia tidak hanya dituntut untuk pintar, namun juga beradab, sabar, pengertian dan berwibawa. Apalagi ketika dihadapkan dengan anak-anak SD yang cenderung seperti mesin fotokopi, yang gampang sekali men-'copy' apa yang orang sekitarnya lakukan. Bukan hanya di kehidupan sehari-hari, namun juga di dunia maya. Seperti contohnya murid-murid saya yang tiba-tiba suka berfoto dengan kedua tangan membentuk dua jari dan kaki diangkat sedikit seperti yang saya lakukan di foto profil facebook saya. Niat saya hanya seru-seruan, namun ternyata ditiru oleh mereka. "bu, kenapa anak muridnya bisa tahu facebook ibu?"; mohon maaf, di hari pertama saya mengajar, yang mereka kejar dari saya adalah nama facebook dan akun sosial media saya yang lain.

Jenuhkah saya? bosankah?

Ternyata tidak.
Selalu ada hal-hal baru yang saya temukan di hari-hari mengajar saya. menjadi guru itu melelahkan, maka jangan heran ketika ada beberapa guru senior yang bahkan tidak segan membentak anak-anak muridnya. Namun percayalah, ketika kau menemukan murid-muridmu tumbuh menjadi sosok yang baik dan membanggakan, rasa senangnya akan lebih berharga dibanding gajimu. Menemukan mereka bisa berkembang demgan 'passion' mereka, melihat binar-binar mata mereka karena mengerti akan ilmu yang kita sampaikan..rasanya luar biasa, seperti kau sudah menanam dan merawat satu tumbuhan dan pada akhirnya tumbuhan itu tumbuh dengan baik. Menyenangkan rasanya, ketika kau menjadi bagian dalam cerita sukses seseorang. Pernah merasakan itu? ketika bukan dirimu yang sukses, namun kau merasa begitu berarti karena ternyata telah menjadi bagian dari cerita suksesnya.

Untuk guru dan calon guru dimanapun berada, jangan menyerah dengan apa yang sedang dan akan kita jalani. Tugas kita mulia, maka kitapun akan mulia. Seorang guru harus punya ilmu, inovasi, dan itikad baik. Namun itulah tantangan kita. Profesi kita tidak membosankan. Profesi kita penuh tantangan dan itu yang membuat kita begitu berarti.