Sabtu, 08 Juli 2017

Definisi Bahagia (?)

Seperti apa sukses dan bahagia menurut versimu?

Sepertinya setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda tentang ini.

Sukses dan bahagia versi teman saya adalah ketika berhasil menjadi seorang Taruna atau lulus di salah satu perguruan tinggi kedinasan. Seorang teman lainnya menganggap sukses dan bahagia adalah ketika bisa mendirikan startup sendiri. Ada lagi yang mengganggap sukses dan bahagia adalah ketika bisa travelling ke tempat-tempat impiannya. Saya sendiri menganggap sukses dan bahagia itu sederhana, bisa dikelilingi buku-buku yang disuka dan bisa menjalani rutinitas sesuai dengan passion.

Well, ada banyak hal yang disepakati orang sebagai sesuatu hal yang sukses dan membahagiakan, seperti menjadi PNS, TNI, dokter, dan sebagainya. namun tidak semua orang punya keinginan yang sama kan?

Kalau begitu, kenapa masih saja ada orang yang meremehkan sesuatu yang sedang orang lain jalankan? Kenapa masih ada orang tua yang memaksa anaknya untuk menjadi dokter, PNS di kementerian keuangan, Polisi, atau segudang profesi lainnya, padahal dengan menjadi fotografer atau pekerja seni si anak bisa cukup merasa sukses dan bahagia?

Ya, masalah orang-orang sekarang adalah suka mengeneralisasikan sesuatu hal. Sukses itu harus jadi dokter, kalau jadi manajer pasti bahagia, dan segudang opini lainnya. Iya, jadi dokter itu sukses kok. Tapi apakah semua  orang bahagia dengan profesi itu?

Ada lagi orang beropini "jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) itu suksesnya  bakal kalah sama yang aktif organisasi.", "buat apa ikut begituan, mending ikut yang itu tuh, lu bisa jalan-jalan, dapat temen banyak, dapet duit lagi" atau opini "kok bego banget sih gak mau coba tes itu. Kalau lulus kan enak, langsung kerja, gaji banyak". Iya, mungkin menurut kalian pilihan yang kalian sayangkan itu lebih menguntungkan. Namun apakah orang yang menjalaninya akan merasa bahagia dengan pilihan itu?

Saya adalah seorang pegiat sosial dan organisasi, dan berusaha menurunkan hal itu pada adik saya sendiri. Ketika adik saya punya kesempatan untuk ikut suatu kegiatan organisasi yang cukup menguntungkan, dia lebih memilih ikut seleksi Voli untuk lomba mewakili daerah yang diadakan bersamaan dengan acara diatas. "Voli itu impianku dari dulu mbak. Voli itu bagian dari cita-citaku. Ini kesempatan emas, gak mungkin dilewatkan" katanya.

Bodoh? Secara logika dia memang bodoh, sampai memilih seleksi voli yang belum tentu dia sukses dengan meninggalkan kegiatan yang lebih menguntungkan seperti mendapat ilmu, relasi, uang, dan segudang kenyamanan lainnya. Tapi ingat, hidup itu bukan sekedar materi. Untuk apa hidup jika meninggalkan mimpimu yang harus dituntaskan?

Untuk orang yang kerap meremehkan kehidupan orang lain karena tidak sukses seperti kalian, yakinlah ada banyak cara untuk bahagia. Tidak cuma seperti kalian. Mungkin dia hanya sibuk mengutak-atik komputer atau hanya sibuk menjalani rutinitasnya sebagai guru yang terus berhadapan dengan anak-anak yang mungkin susah diatur. Namun jika itu bahagianya, kenapa kalian meremehkannya?

Untuk orang yang sedang menjalani hidup sukses dan bahagianya, fokuslah dengan pilihan kalian, selama itu baik untuk kalian. Tidak perlu memikirkan cemooh orang lain, karena definisi bahagia setiap kita itu berbeda :)

Jumat, 07 Juli 2017

Kenapa Harus Saling Membenci?

Tulisan ini muncul karena tulisan salah satu teman saya tentang Ramadhan. Jujur saja, tulisan ini membuat saya terharu, membuka perspektif baru dalam pikiran saya. Dalam tulisan itu, ia mengemukakan pandangannya tentang Ramadhan. Bagaimana Ramadhan bisa menyatukan yang jauh dan yang sibuk mengejar mimpi melalui tradisi buka bersama, serta menawarkan kesederhanaan yang ‘mewah’ dalam tradisi mudik.

Yang membuat bathin saya terenyuh adalah teman saya, yang non-muslim, bisa punya perspektif yang begitu menyejukkan tentang Ramadhan. Betapa hal yang membuat saya berpikir “ah, iya juga” seperti ini begitu sulit saya temukan. Karena secara tidak langsung, dia juga merasakan manfaat ramadhan itu sendiri.

Lalu pertanyaan ini muncul; kenapa antar penganut agama harus saling membenci? Padahal satu sama lain bisa merasakan manfaatnya.

Jujur saja, saya sering merasa heran dengan orang-orang yang sering mengagung-agungkan agamanya, namun sekaligus bisa menjelek-jelekkan agama lain. Oke, mengklaim bahwa agama masing-masing merupakan agama yang paling benar adalah wajar, namun tidak menjadikan kita bisa mengolok-olok agama lain. Karena sederhananya begini; bagaimana mungkin kalian bisa mengolok-olok agama lain jika kalian masih ikut libur saat hari besar mereka?

Kenapa harus saling membenci, ketika yang non-muslim bisa ikut merasakan kehangatan berkumpul bersama teman-teman saat buka bersama sekaligus bisa merasakan hari libur dan mudik saat Hari Raya Idul Fitri? Atau bahkan bisa ikut mencicipi Nastar dan Kastengel yang sangat disukai di rumah teman-teman yang muslim.

Kenapa harus saling membenci, ketika yang muslim, Hindu, dan Budha bahkan senang saat tanggal di kalender tercetak merah yang berarti libur sehari atau dua hari karena peringatan Hari Natal dan Kenaikan Isa Almasih sehingga bisa liburan ke tempat wisata bersama keluarga?

Kenapa harus saling membenci, ketika kita bisa tersenyum lega karena menemukan tanggal dimana kita presentasi ternyata  tercetak merah karena Hari Nyepi atau Imlek, sehingga kita bisa menambah hari persiapan presentasi kita?

Think again. Saya bukan bersikap pluralis, namun ini realita.

Toh, umat agama lain tidak diusir saat masyarakat pulau bali yang mayoritas Hindu sedang nyepi. Toh umat muslim tidak melarang teman-temannya yang non-muslim untuk ikut buka bersama. Toh umat Kristiani tidak menentang saat umat muslim ikut libur ketika Natal tiba.

Jika kalian meributkan masalah perayaan, silahkan kembali ke ajaran agama masing-masing. Jika Islam melarang umat muslim ikut merayakan Tahun Baru atau Imlek, ya sudah. Kalian hanya perlu tidak merayakannya, bukan menyuruh umat yang merayakan itu membubarkan perayaannya. Begitu juga dengan agama lain. Kecuali ternyata agama dan kehidupan beragama kalian diusik, maka tidak ada salahnya menuntut keadilan. Sederhana, bukan?

Iya, tugas masing-masing penganut agama adalah menjalankan perintah agamanya dan menjauhi larangannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, bukan mengusik ajaran agama lain. Bukan begitu? :)

Senin, 03 Juli 2017

Lagi-lagi Moral...

Mari kita tinggalkan sejenak pro dan kontra mengenai konten Reza Arap Oktovian yang saya bahas pada postingan sebelumnya.

Beberapa tahun terakhir marak sekali kita gembor-gemborkan pendidikan moral dan etika. Seperti yang saya katakan sebelumnya, seluruh pihak dibutuhkan sumbangsihnya dalam menggalakkan hal ini.

Mirisnya, ketika para orang tua meresahkan anak-anaknya yang menjadi nakal karena pengaruh youtube dan teknologi, mereka tidak menyadari, bahwa potensi terbesar si anak menjadi kurang beretika lebih mungkin terjadi karena orang tuanya.

Saya salah satu pelanggan KRDI (sejenis KRL) dengan rute perjalanan Binjai-medan dan sebaliknya. Kereta api hanya satu, dan Kereta itulah yang bolak balik mengantar penumpang. Otomatis, ketika penumpang turun maka sudah ada penumpang lain yang berdiri dengan manis didepan pintu, siap naik KRDI.

Ada saat dimana saya merasa miris sekali. Bukan terjadi satu-dua kali, namun berulang kali.
Sering saya lihat ibu-ibu calon penumpang yang akan naik memanfaatkan anak yang dibawanya (kemungkinan berusia 6-11 tahun) agar si ibu dan keluarganya yang lain bisa mendapat tempat duduk dengan cara menjagakan tempat duduk tersebut (sistemnya seperti KRL di Jakarta, jika cepat maka akan dapat tempat duduk). Sebelum orang-orang turun dari kereta, si ibu mendorong anaknya untuk nyempil dan naik keatas kereta duluan, sebelum semua orang turun, dan berkata "dek naik dek cepat. Cari tempat duduk ya. Empat."

:((

Selain termasuk eksploitasi anak, secara tidak langsung si ibu juga mengajarkan anak untuk tidak sabaran dan menyerobot. Kemungkinan si anak akan terbiasa menyerobot tanpa menunggu orang-orang yang wajib diberikan jalan turun terlebih dahulu. Maka bisa jadi, si anak tumbuh menjadi orang-orang dewasa lainnya yang banyak saya temui saat naik KRDI; menyerobot untuk masuk tanpa memberikan kesempatan orang lain untuk turun dahulu dari kereta. Orang dewasa yang bertipe seperti ini mulai banyak. Banyak sekali. Ini berbahaya. Ketika ada satu orang yang mulai melakukan itu, maka yang lainnya ikut menyerobot. Alhasil orang yang turun dan naik akan saling dorong-dorongan. Kalau sudah begitu tinggal tunggu siapa yang akan jatuh terdorong.

Para petugas Kereta Api saya rasa sudah capek mengingatkan. Sampai tak segan untuk menarik baju orang-orang yang berniat menyerobot masuk. Mungkin karena hal itu, para ibu-ibu tadi menyuruh anaknya untuk menyerobot.
Ya memang si anak nyempil-nyempil sehingga lebih mudah dan dia ga akan terdorong. Tapi pembiasaan seperti itu bisa terbawa olehnya hingga dewasa.

Padahal jika orangtuanya paham pentingnya budaya santun dan etika, dia akan mengajarkan anaknya untuk antre dan menunggu dengan sabar hingga tidak ada orang yang turun lagi. Itu akan menjadi pembelajaran yang bagus sekali untuk anak. Belum lagi etika didalam transportasi umum, antre beli tiket, dsb. Wah, banyak sekali sesuatu yang bisa diajarkan ke anak. Sangat disayangkan sebenarnya.

seniorku pernah bilang "sebenarnya, orang tua berkewajiban mendidik anaknya secara maksimal dari awal hingga ia akil baligh". Jadi sangat baik jika segala aspek kehidupan kita diusahakan berunsur baik, sehingga bisa jadi media pendidikan untuk anak-anak kita.

Maaf, mungkin saya lancang menulis ini. Padahal saya belum jadi orang tua. Nikah aja belum. Masih 19 tahun. Tapi bagaimana lagi, bukankah ingat mengingatkan tidak berbatas umur?

semoga bermanfaat!

Wanita Tidak Pernah Salah (?)

(Tulisan ini terinspirasi dari diskusi pendek antara saya dan senior saya)

Pasti sering mendengar kalimat "wanita tidak pernah salah", kan?
Baik di meme, video instagram, bahkan kerap dilontarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana reaksi anda sebagai perempuan? Tersinggung kah? Atau tidak?
Jika tersinggung, maka selamat! Anda akan memahami maksud saya kali ini dengan mudah.
Namun jika anda tidak tersinggung dan cenderung bangga, izinkan saya sedikit menyampaikan pikiran yang cenderung kelewatan ini.

Girls, jika ditanya pendapat saya, saya akan tersinggung dan malu dengan kalimat diatas.
Kenapa?
Mungkin bagi kalian, statement itu hanyalah candaan semata. Namun bagi saya, statement itu punya hal tersirat yang sebenarnya merendahkan perempuan.

Kalimat "wanita tidak pernah salah" menurut saya, tidak merefleksikan bahwa wanita itu sempurna. Tidak. Kita semua pasti sadar bahwa tidak ada makhluk yang sempurna. Kalimat itu malah menyiratkan bahwa wanita adalah makluk yang egois, bersumbu pendek, tidak bisa dibantah, dan berpikiran sempit. Kalimat itu terasa seperti sarkasme. Sadarkah?

Senior saya berkata begini "Ada masa ketika kita akan merasa bahwa dipahami lebih penting daripada dipuaskan".
Girls, pernahkan kita berempati pada laki-laki yang selalu kita bantah dengan kalimat "wanita tidak pernah salah"?
Mereka juga manusia. Kita juga. Maka dipahami merupakan suatu hal yang tidak bisa diabaikan. Ketika bantahan kita hanya sekedar "wanita tidak pernah salah", itu artinya kita tidak memahami mereka sebagai sesama manusia. Tidak adakah argumen yang lebih elegan selain itu?
Bantahan cetek itu hanya akan membuat orang berpikir bahwa kita hanyalah perempuan individualis serta berpikiran sempit.

Girls, laki-laki...maaf ralat,
Manusia tidak akan betah dengan orang yang berpikiran sempit.
Tanyakan pada semua orang. Mereka akan cenderung merasa nyaman dengan orang yang bisa menyikapi opini orang lain dengan baik, dan juga yang bisa menyampaikan opininya dengan baik.
Apalagi laki-laki, yang sudah didesain dengan ego.
Senior saya bahkan sempat bilang "kalau aku nikah sama cewek yang gak bisa diajak terbuka untuk berdialog, ah menderita kali lah".

Girls, kalian boleh tetap konservatif. Boleh. Tapi tetaplah pada porsinya. Terbuka dengan opini-opini yang ada akan membuatmu menjadi orang dengan segudang pelajaran. Hasilnya kamu bisa lebih baik lagi dengan mengintropeksi dirimu sendiri berdasarkan opini tersebut.
Sadarilah, kita manusia yang pasti ada alpa dan tak luput dari kesalahan. Pembenaran yang dilakukan laki-laki atas tindakanmu (dengan mengatakan "iya deh, wanita emang ga pernah salah) akan menjerumuskanmu.

Girls, percaya deh. Betapa beruntungnya jika kalian punya pasangan yang mau dan bisa menyampaikan hal-hal yang perlu diluruskan diantara hubungan kalian dengan baik. Kenapa? Artinya dia menghormati dan menyayangimu. Ia menganggap bahwa kamu adalah perempuan cerdas yang bijak dalam menanggapi opini.
Laki-laki yang takut pada wanita-nya sehingga menghindari penyampaian pendapat tidak akan membuatmu maju.

Kita sebagai perempuan dan ibu (atau calon ibu) punya kewajiban sebagai madrasah pertama bagi anak-anak kita, dimana mereka akan belajar banyak hal dari kita. Maka urgensi kecerdasan untuk para perempuan sebagian besar demi membentuk anak-anak yang cerdas pula. Cerdas itu bukan hanya perihal ilmu pedagogi, namun juga dalam pola pikir. Kenapa pendidikan juga penting bagi perempuan? Karena pendidikan merupakan hal yang berpengaruh dalam pembentukan pola pikir.

Jika mindset kita dalam menyikapi opini pasangan saja sudah sempit, bagaimana kita bisa menyikapi opini-opini anak-anak kita? Oh tidak. Jangan sampai anak-anakmu terbentuk dalam pendidikan otoriter dimana si anak sulit menyampaikan pemikirannya. Pola pikirnya juga tidak akan berkembang.

Jadi intinya, mendengarkan dan memahami itu penting. Lupakan tagar "wanita tidak pernah salah" itu. Tidak ada yang salah dalam sebuah momen "kesalahan". Salah itu bagian dari proses, asal kita bisa menyikapinya sebagai pembelajaran.