Jumat, 08 Desember 2017

Indahnya Kepercayaan dan Kejujuran Diantara Kita

Pada satu waktu, saya mengikuti sebuah acara yang menjadi wadah koneksi antara pemerintah dengan masyarakat. Salah satu narasumbernya menjelaskan tentang program-program pemerintah dalam pembangunan berbasis teknologi, salah satunya dalam hal pajak. Bagaimana pengutipan pajak restoran dimulai dengan manual, lalu melalui bank dengan sistem yang masih dikendalikan oleh manusia dan kemudian dicanangkan bagaimana hal tersebut bisa tersistem secara otomatis tanpa verifikasi manual oleh manusia. Hebat bukan?

Ya, hebat sekali. Karena sekilas hal itu mencerminkan bahwa kita merupakan bangsa yang maju dengan teknologi yang mutakhir pula.
Namun, alasan dibalik pemutakhirannya cukup membuat saya (semoga kalian juga) merasa miris.

Narasumber itu bercerita, salah satu dasar dari pembayaran pajak secara praktis melalui bank adalah "ketidakpercayaan" pengusaha kuliner atas kutipan pajak secara manual, yang dibayarkan melalui pegawai pajak. Yang dikhawatirkan oleh mereka adalah penyelewengan sehingga pajak tersebut tidak sampai pada kas negara.
Begitupun inovasi selanjutnya. Selama masih ada campur tangan manusia atau belum ada sistem verifikasi langsung dari sistem yang sepenuhnya dikendalikan oleh teknologi, maka selama itu pula "ketidakpercayaan" masih eksis, karena dikhawatirkan masih ada celah bagi orang-orang tidak jujur untuk bermain kotor demi mendapat keuntungan dalam hal ini.
Begitu rumitnya memikirkan suatu rancangan pembangunan dan sistem di negara kita, selama rasa ketidakpercayaan dan sifat tidak bisa dipercaya masih bercokol dalam masyarakat kita. Dan rasa ketidak percayaan itu hadir bukanlah tanpa alasan. Perasaan itu muncul karena masyarakat sudah terlalu banyak "tersakiti" oleh kasus penyelewengan dan KKN yang terjadi dalam instansi pemerintahan.

Maka, dalam hal ini sebenarnya bukanlah sistemnya yang terus diutak atik. Namun pola pikir dan sikap kita lah yang harus diubah. Penanaman pola pikir dan sikap yang santun serta terpercaya bisa diwujudkan melalui pendidikan agama dan moral yang diutamakan pada generasi mudaa kita sejak dini. Bukan tidak mungkin jika hidup akan lebih mudah dan menyenangkan bila ada "trust" satu sama lain antar dua pihak, masyarakat dan pengurus pemerintahannya.

Sebut saja sistem pembayaran ongkos transportasi massal seperti bus. Alangkah mudahnya jika kita menerapkan teknologi dengan kejujuran dan sikap saling percaya. Kita hanya perlu membayar ongkos melalui kartu yang berisi saldo kita. Dan pembayarakan itu dilakukan atas kesadaran dan kejujuran kita sendiri. Kesadaran untuk bersikap jujur dan sadar bahwa ada Allah yang melihat tingkah laku kita yang curang. Tidak perlu lagi ada petugas yang mengawasi jika sewaktu-waktu ada yang tidak membayar, karena sudah timbul rasa saling percaya dan pikiran bahwa pengadilan Allah atas segala kecurangan akan lebih adil kelak. Begitupun sistem pembayaran pajak, yang bisa dilakukan melalui teknologi hanya atas dasar kemudahan, bukan kekhawatiran akan adanya "kong kali kong" antar petugas wajib pajak. Bukan tidak mungkin, jika aspek kehidupan lainnya juga ikut lebih mudah dan menenangkan dengan sikap yang sama.

Yang menjadi catatan bagi kita semua, upaya menumbuhkan rasa percaya harus dilakukan seiring dengan upaya pembiasaan sikap jujur serta taqwa pada Allah swt. Sehingga, kehidupan yang aman, tentram dan menenangkan akan hadir seiring tanpa ketimpangan sikap antara kedua belah pihak.

Kamis, 12 Oktober 2017

Bukan Kursus Merangkai Kata, namun Memahami kata (H+3 Hari Kesehatan Jiwa Dunia)

Pernah menonton serial "13 reasons why"? Sebuah serial bergenre misteri dengan latar cerita kehidupan SMA itu cukup membuat saya terkesan. Bercerita tentang Hannah Baker, seorang anak perempuan cantik yang bunuh diri karena sering dibully oleh teman-teman sekolahnya. Sebelum kematiannya, ia merekam narasi tentang 13 penyebab bunuh dirinya dan siapa orang-orang yang bertanggung jawab atas bunuh dirinya.
Terlepas dari kerennya penceritaan dan faktor pendukung lainnya, kesan pertama saya ketika menontonnya; hal sekecil apapun yang kita lalukan ternyata bisa berdampak besar bagi orang lain. Hal ini tergambar jelas di serial ini, bagaimana perasaan seorang Hannah Baker ketika hidupnya disepelekan dan suaranya tidak didengarkan.

Kebiasaan kita sebagai manusia adalah sering men-generalisir apapun. Ibarat kata, mencocokkan baju ukuran kita ke orang lain yang ukurannya berbeda. Seringkali kita menyamakan diri kita dengan orang lain. Padahal, apa yang orang lain rasakan belum tentu sama dengan kita. Setiap orang punya perspektif dan perasaannya masing-masing. Kealpaan kita akan hal itulah yang membuat kita cenderung sepele dengan apa yang orang lain rasakan dan pikirkan. Kita cenderung menyepelekan perasaan orang lain melalui kalimat "baperan banget sih lo" atau "begitu doang dipikirin". Padahal yang kita rasa sepele belum tentu sesimpel itu bagi yang lain. Bukannya menjadi penopang semangat mereka, kita malah menjadi beban yang menambah remuk perasaan mereka. Tidak heran jika kasus bunuh diri menjadi meningkat seiring dengan penggunaan kata "baper" yang makin menjamur. Apalagi dengan hadirnya sosial media yang menjadi media yang sering dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk melakukan cyberbullying. Kisah Amanda Todd dan Oka Mahendra menjadi bukti valid yang memperkuat fenomena ini.

Bagi kebanyakan orang, kecerdasan merangkai kata menjadi sesuatu yang sangat keren dan membanggakan. Namun tak banyak yang sadar, bahwa kesabaran dalam mendengarkan dan memahami kata-kata menjadi suatu hal yang tak kalah fundamental, dan menjadi salah satu kunci agar diri kita menjadi orang baik. Padahal, diam dan mendengarkan orang lain juga membuatmu menjadi berguna bagi mereka yang ingin didengarkan. Bisa jadi, ketidak sadaran bahwa kita dibutuhkan itu yang membuat orang-orang disekitar kita lebih rapuh lagi jiwanya, dan berakibat pada akhir yang naas. Ditambah lagi dengan kalimat yang sedang menjamur sekarang ini "ah, begitu saja baper".

Mungkin, kita tidak lagi hidup dizaman Jamrud yang hanya "butuh kursus merangkai kata", namun juga "butuh kursus mendengarkan kata-kata".

Binjai, Oktober 2017.

Jumat, 29 September 2017

Cegah Stunting Agar Menjadi Generasi yang Stunning

"Stunting? Apaan tuh?"

Sebagian besar masyarakat mungkin akan bertanya-tanya seperti itu jika mendengar kata Stunting, karena hal ini masih terasa asing ditelinga masyarakat awam yang tidak bergelut di dunia kesehatan. Padahal ini sangat penting dan perlu disadari oleh masyarakat luas, khususnya di Indonesia.

Memangnya, apa itu Stunting?

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Jadi, masalah stunting dapat terjadi jika si penderita tidak mendapat asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Penderita stunting ditandai dengan perawakan tubuh penderita yang lebih pendek dari standar tinggi badan seumurannya. Stunting sendiri terjadi mulai dari janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia 2 tahun, seperti yang disampaikan oleh Bapak Galopong Sianturi, perwakilan Gizinet Kementerian Kesehatan dalam acara Flash Blogging dengan tema "Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Dalam Penurunan Prevalensi Stunting" di Hotel Four Point Medan, 29 September 2017.

Jika seseorang menderita penyakit stunting, artinya ia tidak tumbuh dengan baik. Hal ini menjadi masalah yang sering kali tidak disadari oleh masyarakat. Padahal, banyak sekali akibat buruk yang ditimbulkan oleh penyakit ini, seperti perkembangan otak dan fisik yang terhambat, sulit berprestasi, rentan terhadap penyakit, hingga mudah menderita kegemukan. Bahkan anak yang menderita stuntung memiliki penghasilan 20% lebih rendah daripada anak yang tumbuh optimal. Negara pun ikut merasakan akibatnya, seperti penurunan produk domestik bruto negara sebesar 3%. Menurut Pak Galopong Sianturi, stunting sendiri disebabkan oleh kekurangan gizi dalam waktu yang lama pada 1000 hari pertama kehidupan si anak, sehingga anak-anak harus diperhatikan konsumsi gizinya dan faktor-faktor lainnya sejak dini agar bisa terhindar dari stunting. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih belum teredukasi mengenai stunting dan bahayanya, sehingga acara Flash Blogging dengan tema Stunting ini sangat diperlukan agar para blogger yang hadir bisa ikut berperan dalam mengedukasi masyarakat akan bahaya stunting melalui tulisan dan konten blog yang informatif tentang hal tersebut. 


Para blogger tentu sangat antusias dalam hal ini, mengingat bahwa peran sekecil apapun dapat mencegah masyarakat dari stunting. Tentunya para blogger telah dibekali terlebih dahulu informasi mengenai Stunting dari bapak Galopong Sianturi dan ilmu tentang blog dari kak Mira Sahid, perwakilan Kumpulan Emak Blogger (KEB). Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi aksi kampanye positif untuk masyarakat agar bisa mencegah dan melindungi anak-anak maupun keluarga dari Stunting sebagai bagian dari Gerakan Masyarakat Sehat 2017, sehingga anak-anak Indonesia bisa tumbuh menjadi generasi yang hebat, produktif, sehat, bisa diandalkan dan stunning.

Jumat, 04 Agustus 2017

CHSG (Catatan Hati Seorang Guru)

"enak banget kamu udah jadi guru, udah bisa cari duit sendiri." atau "enak ya jadi guru ketemu anak-anak yang lucu dan polos-polos".

Kalimat-kalimat diatas sudah sering saya dengar, saya pun kontan hanya bisa 'nyengir', tidak tahu akan menjawab apa, karena jujur saja kondisinya jauh dari kata 'enak'.

Well, enak sih. Serius. Tapi kata 'enak' tidak mutlak menggambarkan kehidupan seorang guru, sekalipun guru mata pelajaran seperti saya.

Untuk para anak muda yang sedang semangat-semangatnya membangun negeri dengan kerelawanan, bertemu anak-anak dengan senyum polosnya memang menyenangkan, mendebarkan, dan menambah wawasan. Ditambah dengan bonus foto-foto candid yang apik dan instagram-able yang bisa di upload dengan caption nan inspiratif. Saya memahami itu sekali, saya juga pernah merasakannya. Namun ketika dirimu menjadi tenaga pendidik yang bertemu mereka setiap hari dengan segala keimutan dan keaktifannya, mungkin kesan pertama akan berbeda dengan yang seterusnya.

Anak-anak yang cenderung pemalu, ceria dan lucu ketika bertemu orang baru akan berubah menjadi anak-anak yang polos, hiperaktif, susah dipahami, dan banyak ingin tahu sehingga pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan akan berulang-ulang dan terkesan menjenuhkan. Yang mereka inginkan hanyalah apapun yang membuat mereka tidak bosan. Maka jangan heran ketika selesai satu tugas mereka selalu merengek ingin jajan keluar. Jika bosan pun selalu berterus terang dan menuntut, membuat hati guru-guru yang mendengarnya menjadi 'nyess'.

Banyak orang berpikir bahwa guru adalah profesi yang mudah dan membosankan. Karena persepsi "mudah" itu, bahkan banyak orang yang menganggapnya sebagai profesi 'cadangan', ketika mereka tidak bisa menggapai jurusan-jurusan yang lebih bergengsi di perguruan tinggi bergengsi pula. Padahal guru merupakan salah satu unsur terpenting dalam kemajuan bangsa.

Teman teman, menjadi guru bukan hanya perlu intelektual dalam mata pelajaran yang diajarkannya. Beban guru lebih dari itu. Calon guru belajar psikologi agar mereka bisa memahami calon anak-anak didiknya dengan baik. Calon guru juga belajar filsafat, agar dia tau hakikat dirinya dan bagaimana ia bersikap sebagai guru. Calon guru sudah dididik dengan kedisiplinan tinggi ketika ia mulai belajar menjadi guru. Sulit loh, menahan diri dengan rela pakai kemeja serta seragam rapih dan sepatu tertutup khas guru ketika anak-anak jurusan lain bahkan dengan entengnya bisa pergi kuliah dengan jeans dan baju-baju modis.

Ketika seseorang sudah menjadi guru, maka ia tidak hanya dituntut untuk pintar, namun juga beradab, sabar, pengertian dan berwibawa. Apalagi ketika dihadapkan dengan anak-anak SD yang cenderung seperti mesin fotokopi, yang gampang sekali men-'copy' apa yang orang sekitarnya lakukan. Bukan hanya di kehidupan sehari-hari, namun juga di dunia maya. Seperti contohnya murid-murid saya yang tiba-tiba suka berfoto dengan kedua tangan membentuk dua jari dan kaki diangkat sedikit seperti yang saya lakukan di foto profil facebook saya. Niat saya hanya seru-seruan, namun ternyata ditiru oleh mereka. "bu, kenapa anak muridnya bisa tahu facebook ibu?"; mohon maaf, di hari pertama saya mengajar, yang mereka kejar dari saya adalah nama facebook dan akun sosial media saya yang lain.

Jenuhkah saya? bosankah?

Ternyata tidak.
Selalu ada hal-hal baru yang saya temukan di hari-hari mengajar saya. menjadi guru itu melelahkan, maka jangan heran ketika ada beberapa guru senior yang bahkan tidak segan membentak anak-anak muridnya. Namun percayalah, ketika kau menemukan murid-muridmu tumbuh menjadi sosok yang baik dan membanggakan, rasa senangnya akan lebih berharga dibanding gajimu. Menemukan mereka bisa berkembang demgan 'passion' mereka, melihat binar-binar mata mereka karena mengerti akan ilmu yang kita sampaikan..rasanya luar biasa, seperti kau sudah menanam dan merawat satu tumbuhan dan pada akhirnya tumbuhan itu tumbuh dengan baik. Menyenangkan rasanya, ketika kau menjadi bagian dalam cerita sukses seseorang. Pernah merasakan itu? ketika bukan dirimu yang sukses, namun kau merasa begitu berarti karena ternyata telah menjadi bagian dari cerita suksesnya.

Untuk guru dan calon guru dimanapun berada, jangan menyerah dengan apa yang sedang dan akan kita jalani. Tugas kita mulia, maka kitapun akan mulia. Seorang guru harus punya ilmu, inovasi, dan itikad baik. Namun itulah tantangan kita. Profesi kita tidak membosankan. Profesi kita penuh tantangan dan itu yang membuat kita begitu berarti.

Sabtu, 08 Juli 2017

Definisi Bahagia (?)

Seperti apa sukses dan bahagia menurut versimu?

Sepertinya setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda tentang ini.

Sukses dan bahagia versi teman saya adalah ketika berhasil menjadi seorang Taruna atau lulus di salah satu perguruan tinggi kedinasan. Seorang teman lainnya menganggap sukses dan bahagia adalah ketika bisa mendirikan startup sendiri. Ada lagi yang mengganggap sukses dan bahagia adalah ketika bisa travelling ke tempat-tempat impiannya. Saya sendiri menganggap sukses dan bahagia itu sederhana, bisa dikelilingi buku-buku yang disuka dan bisa menjalani rutinitas sesuai dengan passion.

Well, ada banyak hal yang disepakati orang sebagai sesuatu hal yang sukses dan membahagiakan, seperti menjadi PNS, TNI, dokter, dan sebagainya. namun tidak semua orang punya keinginan yang sama kan?

Kalau begitu, kenapa masih saja ada orang yang meremehkan sesuatu yang sedang orang lain jalankan? Kenapa masih ada orang tua yang memaksa anaknya untuk menjadi dokter, PNS di kementerian keuangan, Polisi, atau segudang profesi lainnya, padahal dengan menjadi fotografer atau pekerja seni si anak bisa cukup merasa sukses dan bahagia?

Ya, masalah orang-orang sekarang adalah suka mengeneralisasikan sesuatu hal. Sukses itu harus jadi dokter, kalau jadi manajer pasti bahagia, dan segudang opini lainnya. Iya, jadi dokter itu sukses kok. Tapi apakah semua  orang bahagia dengan profesi itu?

Ada lagi orang beropini "jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) itu suksesnya  bakal kalah sama yang aktif organisasi.", "buat apa ikut begituan, mending ikut yang itu tuh, lu bisa jalan-jalan, dapat temen banyak, dapet duit lagi" atau opini "kok bego banget sih gak mau coba tes itu. Kalau lulus kan enak, langsung kerja, gaji banyak". Iya, mungkin menurut kalian pilihan yang kalian sayangkan itu lebih menguntungkan. Namun apakah orang yang menjalaninya akan merasa bahagia dengan pilihan itu?

Saya adalah seorang pegiat sosial dan organisasi, dan berusaha menurunkan hal itu pada adik saya sendiri. Ketika adik saya punya kesempatan untuk ikut suatu kegiatan organisasi yang cukup menguntungkan, dia lebih memilih ikut seleksi Voli untuk lomba mewakili daerah yang diadakan bersamaan dengan acara diatas. "Voli itu impianku dari dulu mbak. Voli itu bagian dari cita-citaku. Ini kesempatan emas, gak mungkin dilewatkan" katanya.

Bodoh? Secara logika dia memang bodoh, sampai memilih seleksi voli yang belum tentu dia sukses dengan meninggalkan kegiatan yang lebih menguntungkan seperti mendapat ilmu, relasi, uang, dan segudang kenyamanan lainnya. Tapi ingat, hidup itu bukan sekedar materi. Untuk apa hidup jika meninggalkan mimpimu yang harus dituntaskan?

Untuk orang yang kerap meremehkan kehidupan orang lain karena tidak sukses seperti kalian, yakinlah ada banyak cara untuk bahagia. Tidak cuma seperti kalian. Mungkin dia hanya sibuk mengutak-atik komputer atau hanya sibuk menjalani rutinitasnya sebagai guru yang terus berhadapan dengan anak-anak yang mungkin susah diatur. Namun jika itu bahagianya, kenapa kalian meremehkannya?

Untuk orang yang sedang menjalani hidup sukses dan bahagianya, fokuslah dengan pilihan kalian, selama itu baik untuk kalian. Tidak perlu memikirkan cemooh orang lain, karena definisi bahagia setiap kita itu berbeda :)

Jumat, 07 Juli 2017

Kenapa Harus Saling Membenci?

Tulisan ini muncul karena tulisan salah satu teman saya tentang Ramadhan. Jujur saja, tulisan ini membuat saya terharu, membuka perspektif baru dalam pikiran saya. Dalam tulisan itu, ia mengemukakan pandangannya tentang Ramadhan. Bagaimana Ramadhan bisa menyatukan yang jauh dan yang sibuk mengejar mimpi melalui tradisi buka bersama, serta menawarkan kesederhanaan yang ‘mewah’ dalam tradisi mudik.

Yang membuat bathin saya terenyuh adalah teman saya, yang non-muslim, bisa punya perspektif yang begitu menyejukkan tentang Ramadhan. Betapa hal yang membuat saya berpikir “ah, iya juga” seperti ini begitu sulit saya temukan. Karena secara tidak langsung, dia juga merasakan manfaat ramadhan itu sendiri.

Lalu pertanyaan ini muncul; kenapa antar penganut agama harus saling membenci? Padahal satu sama lain bisa merasakan manfaatnya.

Jujur saja, saya sering merasa heran dengan orang-orang yang sering mengagung-agungkan agamanya, namun sekaligus bisa menjelek-jelekkan agama lain. Oke, mengklaim bahwa agama masing-masing merupakan agama yang paling benar adalah wajar, namun tidak menjadikan kita bisa mengolok-olok agama lain. Karena sederhananya begini; bagaimana mungkin kalian bisa mengolok-olok agama lain jika kalian masih ikut libur saat hari besar mereka?

Kenapa harus saling membenci, ketika yang non-muslim bisa ikut merasakan kehangatan berkumpul bersama teman-teman saat buka bersama sekaligus bisa merasakan hari libur dan mudik saat Hari Raya Idul Fitri? Atau bahkan bisa ikut mencicipi Nastar dan Kastengel yang sangat disukai di rumah teman-teman yang muslim.

Kenapa harus saling membenci, ketika yang muslim, Hindu, dan Budha bahkan senang saat tanggal di kalender tercetak merah yang berarti libur sehari atau dua hari karena peringatan Hari Natal dan Kenaikan Isa Almasih sehingga bisa liburan ke tempat wisata bersama keluarga?

Kenapa harus saling membenci, ketika kita bisa tersenyum lega karena menemukan tanggal dimana kita presentasi ternyata  tercetak merah karena Hari Nyepi atau Imlek, sehingga kita bisa menambah hari persiapan presentasi kita?

Think again. Saya bukan bersikap pluralis, namun ini realita.

Toh, umat agama lain tidak diusir saat masyarakat pulau bali yang mayoritas Hindu sedang nyepi. Toh umat muslim tidak melarang teman-temannya yang non-muslim untuk ikut buka bersama. Toh umat Kristiani tidak menentang saat umat muslim ikut libur ketika Natal tiba.

Jika kalian meributkan masalah perayaan, silahkan kembali ke ajaran agama masing-masing. Jika Islam melarang umat muslim ikut merayakan Tahun Baru atau Imlek, ya sudah. Kalian hanya perlu tidak merayakannya, bukan menyuruh umat yang merayakan itu membubarkan perayaannya. Begitu juga dengan agama lain. Kecuali ternyata agama dan kehidupan beragama kalian diusik, maka tidak ada salahnya menuntut keadilan. Sederhana, bukan?

Iya, tugas masing-masing penganut agama adalah menjalankan perintah agamanya dan menjauhi larangannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, bukan mengusik ajaran agama lain. Bukan begitu? :)

Senin, 03 Juli 2017

Lagi-lagi Moral...

Mari kita tinggalkan sejenak pro dan kontra mengenai konten Reza Arap Oktovian yang saya bahas pada postingan sebelumnya.

Beberapa tahun terakhir marak sekali kita gembor-gemborkan pendidikan moral dan etika. Seperti yang saya katakan sebelumnya, seluruh pihak dibutuhkan sumbangsihnya dalam menggalakkan hal ini.

Mirisnya, ketika para orang tua meresahkan anak-anaknya yang menjadi nakal karena pengaruh youtube dan teknologi, mereka tidak menyadari, bahwa potensi terbesar si anak menjadi kurang beretika lebih mungkin terjadi karena orang tuanya.

Saya salah satu pelanggan KRDI (sejenis KRL) dengan rute perjalanan Binjai-medan dan sebaliknya. Kereta api hanya satu, dan Kereta itulah yang bolak balik mengantar penumpang. Otomatis, ketika penumpang turun maka sudah ada penumpang lain yang berdiri dengan manis didepan pintu, siap naik KRDI.

Ada saat dimana saya merasa miris sekali. Bukan terjadi satu-dua kali, namun berulang kali.
Sering saya lihat ibu-ibu calon penumpang yang akan naik memanfaatkan anak yang dibawanya (kemungkinan berusia 6-11 tahun) agar si ibu dan keluarganya yang lain bisa mendapat tempat duduk dengan cara menjagakan tempat duduk tersebut (sistemnya seperti KRL di Jakarta, jika cepat maka akan dapat tempat duduk). Sebelum orang-orang turun dari kereta, si ibu mendorong anaknya untuk nyempil dan naik keatas kereta duluan, sebelum semua orang turun, dan berkata "dek naik dek cepat. Cari tempat duduk ya. Empat."

:((

Selain termasuk eksploitasi anak, secara tidak langsung si ibu juga mengajarkan anak untuk tidak sabaran dan menyerobot. Kemungkinan si anak akan terbiasa menyerobot tanpa menunggu orang-orang yang wajib diberikan jalan turun terlebih dahulu. Maka bisa jadi, si anak tumbuh menjadi orang-orang dewasa lainnya yang banyak saya temui saat naik KRDI; menyerobot untuk masuk tanpa memberikan kesempatan orang lain untuk turun dahulu dari kereta. Orang dewasa yang bertipe seperti ini mulai banyak. Banyak sekali. Ini berbahaya. Ketika ada satu orang yang mulai melakukan itu, maka yang lainnya ikut menyerobot. Alhasil orang yang turun dan naik akan saling dorong-dorongan. Kalau sudah begitu tinggal tunggu siapa yang akan jatuh terdorong.

Para petugas Kereta Api saya rasa sudah capek mengingatkan. Sampai tak segan untuk menarik baju orang-orang yang berniat menyerobot masuk. Mungkin karena hal itu, para ibu-ibu tadi menyuruh anaknya untuk menyerobot.
Ya memang si anak nyempil-nyempil sehingga lebih mudah dan dia ga akan terdorong. Tapi pembiasaan seperti itu bisa terbawa olehnya hingga dewasa.

Padahal jika orangtuanya paham pentingnya budaya santun dan etika, dia akan mengajarkan anaknya untuk antre dan menunggu dengan sabar hingga tidak ada orang yang turun lagi. Itu akan menjadi pembelajaran yang bagus sekali untuk anak. Belum lagi etika didalam transportasi umum, antre beli tiket, dsb. Wah, banyak sekali sesuatu yang bisa diajarkan ke anak. Sangat disayangkan sebenarnya.

seniorku pernah bilang "sebenarnya, orang tua berkewajiban mendidik anaknya secara maksimal dari awal hingga ia akil baligh". Jadi sangat baik jika segala aspek kehidupan kita diusahakan berunsur baik, sehingga bisa jadi media pendidikan untuk anak-anak kita.

Maaf, mungkin saya lancang menulis ini. Padahal saya belum jadi orang tua. Nikah aja belum. Masih 19 tahun. Tapi bagaimana lagi, bukankah ingat mengingatkan tidak berbatas umur?

semoga bermanfaat!

Wanita Tidak Pernah Salah (?)

(Tulisan ini terinspirasi dari diskusi pendek antara saya dan senior saya)

Pasti sering mendengar kalimat "wanita tidak pernah salah", kan?
Baik di meme, video instagram, bahkan kerap dilontarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagaimana reaksi anda sebagai perempuan? Tersinggung kah? Atau tidak?
Jika tersinggung, maka selamat! Anda akan memahami maksud saya kali ini dengan mudah.
Namun jika anda tidak tersinggung dan cenderung bangga, izinkan saya sedikit menyampaikan pikiran yang cenderung kelewatan ini.

Girls, jika ditanya pendapat saya, saya akan tersinggung dan malu dengan kalimat diatas.
Kenapa?
Mungkin bagi kalian, statement itu hanyalah candaan semata. Namun bagi saya, statement itu punya hal tersirat yang sebenarnya merendahkan perempuan.

Kalimat "wanita tidak pernah salah" menurut saya, tidak merefleksikan bahwa wanita itu sempurna. Tidak. Kita semua pasti sadar bahwa tidak ada makhluk yang sempurna. Kalimat itu malah menyiratkan bahwa wanita adalah makluk yang egois, bersumbu pendek, tidak bisa dibantah, dan berpikiran sempit. Kalimat itu terasa seperti sarkasme. Sadarkah?

Senior saya berkata begini "Ada masa ketika kita akan merasa bahwa dipahami lebih penting daripada dipuaskan".
Girls, pernahkan kita berempati pada laki-laki yang selalu kita bantah dengan kalimat "wanita tidak pernah salah"?
Mereka juga manusia. Kita juga. Maka dipahami merupakan suatu hal yang tidak bisa diabaikan. Ketika bantahan kita hanya sekedar "wanita tidak pernah salah", itu artinya kita tidak memahami mereka sebagai sesama manusia. Tidak adakah argumen yang lebih elegan selain itu?
Bantahan cetek itu hanya akan membuat orang berpikir bahwa kita hanyalah perempuan individualis serta berpikiran sempit.

Girls, laki-laki...maaf ralat,
Manusia tidak akan betah dengan orang yang berpikiran sempit.
Tanyakan pada semua orang. Mereka akan cenderung merasa nyaman dengan orang yang bisa menyikapi opini orang lain dengan baik, dan juga yang bisa menyampaikan opininya dengan baik.
Apalagi laki-laki, yang sudah didesain dengan ego.
Senior saya bahkan sempat bilang "kalau aku nikah sama cewek yang gak bisa diajak terbuka untuk berdialog, ah menderita kali lah".

Girls, kalian boleh tetap konservatif. Boleh. Tapi tetaplah pada porsinya. Terbuka dengan opini-opini yang ada akan membuatmu menjadi orang dengan segudang pelajaran. Hasilnya kamu bisa lebih baik lagi dengan mengintropeksi dirimu sendiri berdasarkan opini tersebut.
Sadarilah, kita manusia yang pasti ada alpa dan tak luput dari kesalahan. Pembenaran yang dilakukan laki-laki atas tindakanmu (dengan mengatakan "iya deh, wanita emang ga pernah salah) akan menjerumuskanmu.

Girls, percaya deh. Betapa beruntungnya jika kalian punya pasangan yang mau dan bisa menyampaikan hal-hal yang perlu diluruskan diantara hubungan kalian dengan baik. Kenapa? Artinya dia menghormati dan menyayangimu. Ia menganggap bahwa kamu adalah perempuan cerdas yang bijak dalam menanggapi opini.
Laki-laki yang takut pada wanita-nya sehingga menghindari penyampaian pendapat tidak akan membuatmu maju.

Kita sebagai perempuan dan ibu (atau calon ibu) punya kewajiban sebagai madrasah pertama bagi anak-anak kita, dimana mereka akan belajar banyak hal dari kita. Maka urgensi kecerdasan untuk para perempuan sebagian besar demi membentuk anak-anak yang cerdas pula. Cerdas itu bukan hanya perihal ilmu pedagogi, namun juga dalam pola pikir. Kenapa pendidikan juga penting bagi perempuan? Karena pendidikan merupakan hal yang berpengaruh dalam pembentukan pola pikir.

Jika mindset kita dalam menyikapi opini pasangan saja sudah sempit, bagaimana kita bisa menyikapi opini-opini anak-anak kita? Oh tidak. Jangan sampai anak-anakmu terbentuk dalam pendidikan otoriter dimana si anak sulit menyampaikan pemikirannya. Pola pikirnya juga tidak akan berkembang.

Jadi intinya, mendengarkan dan memahami itu penting. Lupakan tagar "wanita tidak pernah salah" itu. Tidak ada yang salah dalam sebuah momen "kesalahan". Salah itu bagian dari proses, asal kita bisa menyikapinya sebagai pembelajaran.

Selasa, 23 Mei 2017

MISS INTERNET CIPTAKAN WAWASAN POSITIF BAGI GENERASI MILLENIAL


Internet sehat adalah salah satu program dari pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk mensosialisasikan penggunaan internet secara sehat dan aman. Sosialisasi dalam penggunaan  internet secara sehat  dan aman  akan melibatkan para orang dewasa serta orang tua untuk mengawasi anak-anaknya. Diharapkan dengan kemajuan teknologi yang ada dapat menyumbangkan wawasan positif untuk generasi millenial yang bermoral dan berbudi pekerti luhur.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 82 juta orang dan berada pada peringkat ke-8 dunia. Dari jumlah tersebut, 80 persen di antaranya adalah remaja berusia 15-19 tahun. Dengan jumlah pengguna internet yang mayoritas menggunakan jejaring sosial dan berbagai akses informasi maka sangat diperlukan edukasi yang tepat mengenai internet itu sendiri.
Kemajuan di bidang informasi tersebut pastinya memiliki dampak positif dan negatif tersendiri. Dampak positifnya adalah memberikan kemudahan mencari informasi yang dibutuhkan oleh penggunaannya. Tetapi sebaliknya, dampak negatif dari internet juga sangat harus diperhatikan. Contohnya adalah pengaruh konten negatif yang dijumpai dalam internet yang berupa penipuan, pornografi dan kejahatan dunia maya. Hal tersebut menjadi alasan mengapa diperlukan sosialisasi dan pengenalan mengenai bagaimana perlunya memperkenalkan penggunaan internet secara sehat dan aman sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga, masyarakat terkhusus untuk anak-anak dan remaja dapat mengatasi bahaya yang ditampilkan oleh konten-konten negatif tersebut.
Dengan terus memberikan sosialaisasi tentang internet dan juga wawasan positif yang terkandung didalamnya, para generasi muda diharapkan memiliki pengetahuan yang luas dan mengembangkan wawasan yang mereka miliki. Salah satu orang yang terus menggalakkan tentang wawasan positif dari internet ialah Sylvy Dhea Angesti. Gadis kelahiran 20 tahun yang lalu ini merupakan mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2016 di Universitas Sumatera Utara yang saat ini menyadang gelar  Miss Internet 2017 perwakilan Sumatera Utara.  Pada bulan Januari 2017 yang lalu Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) telah melaksanakan kontes pemilihan Miss Internet Sumatera Utara. APJII sendiri memiliki visi misi  untuk menyampaikan pesan bahwa wanita millenial Indonesia memainkan peranan penting dalam pertumbuhan Industri Internet di tengah-tengah masyarakat dan budaya Indonesia. Selain dituntut untuk berpenampilan menarik, seorang Miss Internet juga harus bisa menjalankan visi misi tersebut guna menyukseskan program pemerintah.
Menjadi Miss Internet Sumatera Utara 2017, Dhea terus fokus melakukan kegiatan-kegiatan sosial untuk menyadarkan para penerus bangsa tentang betapa pentingnya internet sehat. Hal tersebut sejalan dengan tujuan dari ajang modelling tersebut.  Terkadang, dalam tampilan internet, terdapat berbagi iklan yang seharusnya ditampilkan untuk anak usia tertentu. Tetapi, dengan adanya sosialisasi yang dilakukan oleh Dhea selaku Miss Internet Sumatera Utara 2017, menyatakan bahwa internet bisa menciptakan wawasan positif untuk generasi penerus bangsa dengan cara memfilter berbagai informasi yang ditampilkan disana.
Dengan kemampuan public sepaking yang ia miliki, ia berkesempatan berbagi pengalaman dan informasi seputar dunia internet yang  diketahui olehnya. Dhea saat ini memiliki tanggung jawab untuk terus  mensosialisasikan tentang internet dan wawasan positif yang didapat melalui internet kebeberapa sekolah di dalam maupun di luar kota Medan. Dengan terus mensosialisasikan penggunaan internet sehat ke beberapa sekolah, diharapkan agar para generasi millenial dapat menyaring berbagai macam informasi yang mereka temukan saat menggunakan internet, dan hanya menyimpan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
 “Tidak dapat dipungkiri bahwa internet memiliki berbagai dampak positif yang berguna sebagai pendukung pendidikan anak-anak era milenial ini. Mereka dapat memenuhi akan keingintahuan mereka dengan membuka bahan bacaan, penelitian dan referensi serta lainnya” tutur Dhea.
Selanjutnya dengan pengetahuan yang mereka miliki lalu dapat mengembangkannya kedalam kehidupan mereka sendiri. Tetapi dalam penggunaan internet sudah seharusnya mendapat pendampingan oleh  orang tua dan sekolah.“Selain itu masyarakat juga perlu untuk selalu  cermat dalam menyikapi segala dampak yang didapatkan saat para remaja mengakses internet tersebut, dan juga selalu sigap dalam menangani kasus-kasus kejahatan yang ada di internet seperti penipuan, pornografi dan kejahatan dunia maya dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib agar dapat ditindak lanjuti dan bisa membuat kemajuan untuk wawasan positif untuk generasi bangsa” tambahnya.

Jumat, 21 April 2017

Sudahkah Kita Memaknai Kartini dengan Benar?

Hari ini, 21 April, seluruh Indonesia memperingati hari kartini. hampir seluruhnya. bahkan banyak gift dan promo yang ditawarkan beberapa gerai untuk wanita. Ada kopi gratis, makanan gratis, bahkan bensin gratis 1 liter, seperti yang baru saya lihat saat dalam perjalanan ke kampus. tentu, itu bagus sekali. dan patut di apresiasi, mengingat tahun-tahun yang lalu belum ada yang seperti itu.
.
tapi ada satu hal yang muncul di benak saya. sebenarnya kenapa sih hari kartini dirayakan?
.
setelah saya googling, saya dapat kesimpulan bahwa hari kartini dirayakan untuk "mengenang jasa ibu kartini dalam perjuangannya membela hak wanita".
kalau ditanya, saya setuju kok sama peringatan hari kartini ini. bukankah kita sebagai bangsa yang baik harus ingat sejarahnya?
tapi yang membuat saya menelaah kembali, apakah cara kita memperingati dan merayakannya sudah benar?

menurut saya pribadi, cara mengenang ibu kartini bukan hanya dengan memperingatinya, lalu ramai-ramai memposting foto bertema kartini dengan caption "selamat hari kartini, untuk wanita-wanita hebat". bukan. bukan pula dengan memberi gratis ini itu saat hari kartini, padahal realitanya, apa yang diperjuangkan ibu kartini selama ini belum kita teruskan dan realisasikan dengan baik.
lihat, masih saja ada stereotip ini dan itu yang merendahkan martabat perempuan. lihat, masih saja ada pelecehan terhadap perempuan, baik itu kekerasan fisik, maupun pelecehan seksual. lihat, masih saja ada masyarakat yang berfikir bahwa "ah, perempuan gak perlu sekolah tinggi-tinggi lah. kan nanti kerjanya mengurus suami, anak dan rumah". apakah kita masih bisa mengucapkan selamat hari kartini disaat kita sendiri masih mengabaikan nilai-nilai yang diperjuangkan ibu kartini?
mari kita kembali belajar. yang saya tangkap (silahkan nanti tambahkan lagi), ibu kartini tergerak hatinya untuk membela kaum perempuan, karena masa itu perempuan dinomorduakan, dibatasi pergerakannya,serta tidak dibolehkan bersekolah. hidupnya hanya seputar dapur, sumur, dan kasur. perlakuan rendah pun kerap diterima perempuan. dijadikan gundik, ditelantarkan saat dianggap tidak berguna lagi, serta banyak lagi yang diterima petempuan masa itu. Lalu munculah ibu kartini dengan gerakan emansipasi wanita. Ia mengungkapkan gagasan-gagasannya pada teman Belanda-nya tentang keadilan gender, serta mendirikan sekolah untuk para pempuan pada masa itu.
maka saya rasa, tidak salah saya katakan bahwa ibu kartini pun mengharapkan perjuangannya bisa terus dilanjutkan oleh generasinya, untuk mewujudkan keadilan antara laki-laki dan perempuan. bukan dengan peragaan kebaya maupun kopi atau bensin gratis. tapi dengan gagasan, dan implementasi kebijakan yang berbasis keadilan gender.
.
Untuk para laki-laki, jika kalian benar mengapresiasi hari kartini ini, maka ikrarkanlah dalam hati kalian untuk menerapkan nilai-nilai keadilan bagi teman seiring kalian, yaitu perempuan. jangan lecehkan baik dengan perkataan maupun perbuatan. jika niat kalian ingin menegur dan mengingatkan kami, perempuan, yang terkadang alpa ini, tegurlah dengan bijak dan penuh kasih sayang.
wanita bukan dari tulang kaki, sehingga tidak pantas dirinya diinjak-injak. bukan pula dari tulang kepala, sehingga ia bukan untuk diunggulkan dan dipuja. tapi wanita, tercipta dari rusuk kiri. dekat kehati untuk dicintai, dekat ke tangan untuk dilindungi.
pun untuk para wanita, ingatlah, ibu kartini berjuang bukan untuk membebaskan kita sebebas bebasnya, sehingga mengabaikan kewajiban dan kodrat kita sebagai wanita. ibu kartini berjuang demi keadilan. bukan kesetaran. maka kita tidak perlu menuntut kesetaraan,yang jika dipikir-pikir malah merugikan kita sebagai wanita (bayangkan, kita tidak diberikan cuti hamil dan melahirkan seperti laki-laki. atau laki-laki ikut diberikan cuti hamil dan melahirkan seperti perempuan. lucu bukan?). maka yang perlu kita cari adalah keadilan. karena keadilan sesuai porsi, kemampuan dan keadaan jauh lebih baik dari kesetaraan.
keadilan meliputi hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, perlindungan, serta perlakuan yang baik.
ya, kita berhak mendapatkan pendidikan seperti laki-laki. karena kita adalah madrasah pertama bagi anak-anak kita kelak, yang dipercaya akan membentuk generasi hebat berkarakter baik dengan kecerdasan yang baik pula. oleh karena itu, kita perlu bekal ilmu untuk mewujudkan itu, sehingga pentinglah pendidikan bagi kita.
begitu juga dengan perlindungan. akui saja, sekuat apapun, kita butuh laki-laki untuk melindungi dan menenangkan kita disaat kita jatuh, serta teman hidup dan rekan mencintai. itu sudah kodrat kita. seperti yang dikatakan nyai ontosoroh dalam "bumi manusia" karya Pramoedya Ananta Toer: "jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai".
Terakhir, saya ucapkan selamat hari kartini bagi perempuan-perempuan Indonesia. semoga kita bisa memaknai makna hari ini dengan sebenar-benarnya, serta bisa memahami gagasan emansipasi dan keadilan wanita dengan sebenar-benarnya.