Kamis, 12 Oktober 2017

Bukan Kursus Merangkai Kata, namun Memahami kata (H+3 Hari Kesehatan Jiwa Dunia)

Pernah menonton serial "13 reasons why"? Sebuah serial bergenre misteri dengan latar cerita kehidupan SMA itu cukup membuat saya terkesan. Bercerita tentang Hannah Baker, seorang anak perempuan cantik yang bunuh diri karena sering dibully oleh teman-teman sekolahnya. Sebelum kematiannya, ia merekam narasi tentang 13 penyebab bunuh dirinya dan siapa orang-orang yang bertanggung jawab atas bunuh dirinya.
Terlepas dari kerennya penceritaan dan faktor pendukung lainnya, kesan pertama saya ketika menontonnya; hal sekecil apapun yang kita lalukan ternyata bisa berdampak besar bagi orang lain. Hal ini tergambar jelas di serial ini, bagaimana perasaan seorang Hannah Baker ketika hidupnya disepelekan dan suaranya tidak didengarkan.

Kebiasaan kita sebagai manusia adalah sering men-generalisir apapun. Ibarat kata, mencocokkan baju ukuran kita ke orang lain yang ukurannya berbeda. Seringkali kita menyamakan diri kita dengan orang lain. Padahal, apa yang orang lain rasakan belum tentu sama dengan kita. Setiap orang punya perspektif dan perasaannya masing-masing. Kealpaan kita akan hal itulah yang membuat kita cenderung sepele dengan apa yang orang lain rasakan dan pikirkan. Kita cenderung menyepelekan perasaan orang lain melalui kalimat "baperan banget sih lo" atau "begitu doang dipikirin". Padahal yang kita rasa sepele belum tentu sesimpel itu bagi yang lain. Bukannya menjadi penopang semangat mereka, kita malah menjadi beban yang menambah remuk perasaan mereka. Tidak heran jika kasus bunuh diri menjadi meningkat seiring dengan penggunaan kata "baper" yang makin menjamur. Apalagi dengan hadirnya sosial media yang menjadi media yang sering dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk melakukan cyberbullying. Kisah Amanda Todd dan Oka Mahendra menjadi bukti valid yang memperkuat fenomena ini.

Bagi kebanyakan orang, kecerdasan merangkai kata menjadi sesuatu yang sangat keren dan membanggakan. Namun tak banyak yang sadar, bahwa kesabaran dalam mendengarkan dan memahami kata-kata menjadi suatu hal yang tak kalah fundamental, dan menjadi salah satu kunci agar diri kita menjadi orang baik. Padahal, diam dan mendengarkan orang lain juga membuatmu menjadi berguna bagi mereka yang ingin didengarkan. Bisa jadi, ketidak sadaran bahwa kita dibutuhkan itu yang membuat orang-orang disekitar kita lebih rapuh lagi jiwanya, dan berakibat pada akhir yang naas. Ditambah lagi dengan kalimat yang sedang menjamur sekarang ini "ah, begitu saja baper".

Mungkin, kita tidak lagi hidup dizaman Jamrud yang hanya "butuh kursus merangkai kata", namun juga "butuh kursus mendengarkan kata-kata".

Binjai, Oktober 2017.