Jumat, 07 Juli 2017

Kenapa Harus Saling Membenci?

Tulisan ini muncul karena tulisan salah satu teman saya tentang Ramadhan. Jujur saja, tulisan ini membuat saya terharu, membuka perspektif baru dalam pikiran saya. Dalam tulisan itu, ia mengemukakan pandangannya tentang Ramadhan. Bagaimana Ramadhan bisa menyatukan yang jauh dan yang sibuk mengejar mimpi melalui tradisi buka bersama, serta menawarkan kesederhanaan yang ‘mewah’ dalam tradisi mudik.

Yang membuat bathin saya terenyuh adalah teman saya, yang non-muslim, bisa punya perspektif yang begitu menyejukkan tentang Ramadhan. Betapa hal yang membuat saya berpikir “ah, iya juga” seperti ini begitu sulit saya temukan. Karena secara tidak langsung, dia juga merasakan manfaat ramadhan itu sendiri.

Lalu pertanyaan ini muncul; kenapa antar penganut agama harus saling membenci? Padahal satu sama lain bisa merasakan manfaatnya.

Jujur saja, saya sering merasa heran dengan orang-orang yang sering mengagung-agungkan agamanya, namun sekaligus bisa menjelek-jelekkan agama lain. Oke, mengklaim bahwa agama masing-masing merupakan agama yang paling benar adalah wajar, namun tidak menjadikan kita bisa mengolok-olok agama lain. Karena sederhananya begini; bagaimana mungkin kalian bisa mengolok-olok agama lain jika kalian masih ikut libur saat hari besar mereka?

Kenapa harus saling membenci, ketika yang non-muslim bisa ikut merasakan kehangatan berkumpul bersama teman-teman saat buka bersama sekaligus bisa merasakan hari libur dan mudik saat Hari Raya Idul Fitri? Atau bahkan bisa ikut mencicipi Nastar dan Kastengel yang sangat disukai di rumah teman-teman yang muslim.

Kenapa harus saling membenci, ketika yang muslim, Hindu, dan Budha bahkan senang saat tanggal di kalender tercetak merah yang berarti libur sehari atau dua hari karena peringatan Hari Natal dan Kenaikan Isa Almasih sehingga bisa liburan ke tempat wisata bersama keluarga?

Kenapa harus saling membenci, ketika kita bisa tersenyum lega karena menemukan tanggal dimana kita presentasi ternyata  tercetak merah karena Hari Nyepi atau Imlek, sehingga kita bisa menambah hari persiapan presentasi kita?

Think again. Saya bukan bersikap pluralis, namun ini realita.

Toh, umat agama lain tidak diusir saat masyarakat pulau bali yang mayoritas Hindu sedang nyepi. Toh umat muslim tidak melarang teman-temannya yang non-muslim untuk ikut buka bersama. Toh umat Kristiani tidak menentang saat umat muslim ikut libur ketika Natal tiba.

Jika kalian meributkan masalah perayaan, silahkan kembali ke ajaran agama masing-masing. Jika Islam melarang umat muslim ikut merayakan Tahun Baru atau Imlek, ya sudah. Kalian hanya perlu tidak merayakannya, bukan menyuruh umat yang merayakan itu membubarkan perayaannya. Begitu juga dengan agama lain. Kecuali ternyata agama dan kehidupan beragama kalian diusik, maka tidak ada salahnya menuntut keadilan. Sederhana, bukan?

Iya, tugas masing-masing penganut agama adalah menjalankan perintah agamanya dan menjauhi larangannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya, bukan mengusik ajaran agama lain. Bukan begitu? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar