Senin, 21 Oktober 2019

PEMUDA DAN TREN KEBAIKAN DI MEDIA SOSIAL


Dunia sedang memasuki era globalisasi, yang ditandai dengan terjadinya proses integrasi internasional yang meliputi pertukaran pemikiran, pengetahuan, produk dan aspek-aspek budaya lainnya. Globalisasi membawa inovasi dan perubahan yang cukup signifikan di seluruh dunia, salah satunya adalah media sosial. Media sosial adalah media daring dimana semua orang dari seluruh dunia bisa berinteraksi jarak jauh. Berbeda dengan fasilitas telepon, media sosial mampu menghubungkan banyak orang untuk berinteraksi satu sama lain bahkan yang belum dikenal. Media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram perlahan  semakin diminati publik karena selalu diperbarui juga dengan fasilitas yang menarik, seperti fasilitas mengunggah banyak gambar, video dengan durasi yang cukup lama, dan sebagainya. Dewasa ini, media sosial bahkan mampu menjadi tempat dimana semua orang bisa menunjukkan siapa dan bagaimana dirinya. Singkatnya, media sosial beralih dari sekadar wadah berinteraksi menjadi wadah untuk setiap orang mengaktualisasikan dirinya.
            Hal itu tentunya menjadi salah satu hal positif dalam perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Masyarakat kita tidak perlu lagi harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk melihat sekilas seperti apa Eropa dan berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di sana. Dengan media sosial, setiap orang punya kesempatan untuk berinteraksi dengan orang di belahan dunia lain, entah itu untuk berbagi ilmu, pengalaman, atau sekadar berteman. Namun tidak dapat dipungkiri, media sosial juga memiliki sisi negatif bagi penggunanya. Menurut artikel yang bersumber dari laman bbc.com, beberapa dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan media sosial antara lain kecanduan, meningkatnya tingkat kecemasan, terganggunya hubungan di dunia nyata, kepercayaan diri, dan kesulitan tidur (insomnia). Hal inilah yang melatarbelakangi banyak pihak memandang negatif penggunaan media sosial khususnya di kalangan remaja dan penuda. Pemuda zaman sekarang yang dewasa ini sudah dilabeli dengan sebutan ‘generasi milenial’ dinilai rentan terhadap hal negatif yang ditimbulkan media sosial. Banyak orang tua dan generasi lampau menyebut generasi milenial sebagai generasi yang pemalas, apatis terhadap lingkungan, dan anti sosial karena sibuk dengan gawai (gadget) dan mdia sosial mereka. Padahal, realita media sosial sekarang ini justru menunjukkan tingginya kepedulian sosial para pemuda pengguna media sosial.
            Media sosial twitter sekarang kembali digandrungi oleh masyarakat terutama anak muda, setelah sebelumnya sempat sepi peminat. Merebaknya kembali pemakaian Twitter di dunia internet bukan hanya sekadar menaikkan kembali media sosial ini, namun juga memunculkan tren-tren baru. Salah satu tren yang merebak di Twitter adalah “Twitter, please do your magic”. Tren ini adalah tren dimana seseorang membuat sebuah utas untuk meminta tolong dari para pengguna Twitter. Biasanya utas tersebut berisi kisah tentang hidup seseorang dan kenapa ia perlu dibantu, baik secara material, seperti dana, maupun non-material, seperti retweet atau komentar-komentar penyemangat di kolom khusus komentar. Beberapa utas do your magic yang tela berhasil antara lain tentang seorang anak yatim piatu yang butuh dibantu secara materi, cerita tentang supir ojek daring yang tertimpa musibah dan butuh pertolongan, kakek tua yang sudah renta namun masih semangat mencari rezeki dengan berjualan dan sebagainya.
Tren kebaikan seperti ini menjadi menarik, ketika kita tahu bahwa pembuat utasnya sendiri adalah para anak muda usia 20-an tahun. Beberapa diantaranya bahkan masih berstatus mahasiswa, namun bisa menggerakkan orang lain untuk membantu sosok yang diceritakannya melalui utas tersebut. Tren ini tidak jarang membuat para figur publik atau influencer media sosial menjadi tergerak untuk membantu, khususnya dalam hal materi. Salah satunya Karin Novilda atau yang akrab dengan panggilan Awkarin. Ia menjadi salah satu contoh influencer yang sigap membantu orang-orang yang butuh bantuan dan dipromosikan melalui tren do your magic ini.
            Selain itu, twitter maupun instagram juga mulai ramai dengan anak-anak muda yang dengan sukarela mau membagikan pengalaman yang pernah terjadi dalam hidupnya maupun tips menarik. Beberapa diantaranya adalah pengalaman agar lebih berhati-hati dengan penipuan di internet, tips berwirausaha, maupun tips memasak cemilan sederhana dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Hal-hal semacam ini tentu bermanfaat dan membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
            Satu hal yang mengesankan adalah bahwa anak muda di era sekarang bukan hanya peduli pada orang-orang yang membutuhkan secara materi, namun juga suportif pada pengguna media sosial lain yang membutuhkan dukungan secara moral dan mental. Hal ini mungkin masih sulit ditemukan di media sosial seperti Facebook dan Instagram, karena selain latar belakang penggunanya yang beragam, pola pikir pengguna setiap platform media sosial pun berbeda-beda. Namun di Twitter, kita bisa mulai menemukan anak-anak muda yang suportif dan peduli pada rekan sesama pengguna.
Kesehatan mental dewasa ini menjadi salah satu isu yang mulai dianggap cukup penting, menyusul banyaknya kasus bunuh diri dan depresi yang terjadi, dan anak muda pengguna media sosial mulai sadar betul akan hal ini. Mereka mulai punya kesadaran untuk mencegah terjadinya perundungan di dunia maya (cyber bullying), yang diperkirakan menjadi penyebab terbesar kasus bunuh diri. Hal ini membuat mereka tergerak untuk memberikan dukungan dan kalimat positif untuk rekan pengguna lainnya, baik yang terlihat sedang tertekan maupun yang membutuhkan dukungan moral secara terang-terangan.
Beberapa anak mudia di media sosial seperti komunitas penggemar K-Pop juga menyediakan jasa konsultasi psikologi secara daring, salah satunya adalah Army Help Center (AHC). Komunitas ini terdiri dari anak-anak muda lulusan psikologi sekaligus penggemar grup music Korea, yaitu BTS. Sebagai penggemar yang melanjutkan misi idolanya, yaitu mengkampanyekan love yourself, anak muda di komunitas ini menyediakan layanan konsultasi dan curhat untuk orang lain yang butuh untuk didengarkan dan diberikan dukungan. Rasanya ini cukup menjadi antitesis terhadap stigma bahwa media sosial menyebabkan depresi dan gangguan kecemasan. Pada kenyataannya, banyak orang lebih menemukan dukungan dan kehangatan dari orang-orang di media sosial dari pada orang-orang sekitarnya di dunia nyata.
            Beberapa tren kebaikan tersebut menjadi bukti yang cukup untuk membuka wawasan kita bahwa media sosial tidak sepenuhnya membawa keburukan, dan pemuda Indonesia dewasa ini tidaklah apatis, pemalas dan anti sosial seperti yang kita asumsikan. Kenyataannya, para pemuda bahkan bisa menjadi pencetus dan inisiator kebaikan untuk lingkungannya. Harapan penulis, semoga para pemuda akan terus menggaungkan tren-tren kebaikan serta akan tetap menjaga api semangat berbuat kebaikan dalam diri mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar