Rabu, 24 November 2021

My Pregnancy Story: Memilih Dokter Kandungan di Jakarta Selatan

 Holla!^^


Ya ampun, udah lama kayanya ga nulis blog hehe. Kali ini mau nulis...semacam review? Pengalaman? Begitu lah pokoknya. Gak pakai bahasa formal ya, soalnya niatnya mau sharing aja.

Gak terasa udah di usia kehamilan 34 minggu! Yeay! Artinya sekitar 1,5 bulan lagi akan ketemu sama si baby boy di dalam perut (iya, baby boy. Setelah 2x diagnosa nya perempuan, ternyata saat USG fetomaternal baru ketahuan bahwa sebenarnya baby boy, lengkap keliatan testisnya di USG, hahaha. Padahal udah siapin nama buat anak cewe XD).

Aku gak akan cerita tentang perjalanan hamilnya. Kayanya nanti aja, kalau ada semangat nulis lagi, hahaha. Kali ini niatnya mau review beberapa dokter obgyn yang pernah aku datangin, khususnya dokter obgyn di Jakarta Selatan (karena rumah di jaksel, jadi cari dokter yang daerah jaksel aja sih hehe). Kenapa aku tergerak untuk nulis review? Karena aku termasuk orang yang rajin cari tau tentang dokter obgyn yang mau didatangi sebelum periksa. Biasanya juga aku milih dokter based on review di google. Ada beberapa dokter yang aku agak sulit menemukan review nya, jadi aku berusaha membantu bumil lain biar ga kesusahan dapat info seperti aku, huehehe.

Langsung aja deh aku review beberapa dokter obgyn yang pernah aku datengin.

1. dr. Tamtam Otamar Samsudin, Sp.OG - RS MMC Kuningan

Ini dokter obgyn pertama yang aku datengin. Waktu itu aku periksa ke beliau di RS MMC di kuningan (setauku beliau juga praktik di RS Siloam Asri, Duren Tiga). Sebenarnya gak sengaja juga ke dokter Otamar. Waktu itu aku baru tespek hamil di sabtu sore dan ternyata positif. Tapi, sebelumnya aku sempat divonis Infeksi Saluran Kemih. Kata suami, mungkin aja hasilnya positif karena ISK. Karena takut dan mau memastikan, akhirnya kita paksain cari dokter obgyn yang praktik hari minggu. Dapat lah dr. Otamar di RS MMC.

Aku cukup bersyukur bahwa dr. Otamar itu dokter obgyn pertamaku, karena beliau menurutku bagus banget. Beliau sangat komunikatif dan kebapakan. Kita gak perlu tanya ini itu, malah dr. Otamar sendiri yang nanya ini itu ke kita dan menjelaskan semua hal yang perlu diketahui calon ortu baru yang masih bingung ini, hehe. Sampai-sampai kita tuh bingung mau nanya apa lagi, karena semua sudah dijelaskan beliau. 
Cara bicaranya seperti bapak ke anak, agak ceplas ceplos tapi masih menyenangkan. Yaa gimana rasanya dinasihatin bapak sendiri, deh. Aku sampaikan kalau aku sempat divonis ISK dan aku tunjukin hasil lab, jawaban beliau cukup nenangin, "ah, enggak kok. Mana keterangan ISK? Ini mah karena kurang minum. Obatnya mau tau apa? Harus banyak minum." Cukup lega mendengar penjelasan beliau. Mungkin ada kali ya sekitar 30 menit check up ke beliau. 

Cukup puas sih, walau dengan beliau banyak pantangannya (apalagi aku punya riwayat asam lambung). Pas USG dijelasin ini itu, sesi konsul juga memuaskan. Sepanjang aku check up kehamilan, dengan beliau lah yang paling lama. Beliau juga pro normal, jadi dari awal aku diwanti-wanti buat rajin gerak dan gak males. "Mau lahiran normal kan? Harus rajin, ya. Anak itu akan kebawa ibunya, loh. Kalau ibunya males, nanti anaknya juga ikutan males."

Di akhir, aku diresepkan obat yang lumayan banyak. Ada sekitar 5 macam. Enaknya lagi, dr. Otamar menjelaskan satu persatu obat-obat itu manfaatnya apa saja dan kenapa dia meresepkan obat itu ke aku. Ini bagus banget, aku jadi aware sama yang aku konsumsi, dan bisa mengerti untuk minum obatnya sesuai kebutuhan.

Tapi ternyata benar kata orang, ada harga ada rupa. Setelah check up dan ke bagian administrasi, kita disodorin bill pembayaran yang ditotal sekitar 1,5 juta!
Kaget? Jelas lah, hahaha. Gak sangka bisa semehong itu, cuy! Setelah dilihat-lihat, obatnya aja sampai 500 ribuan, usg sekitar 300 ribu, belum lagi biaya konsul sampai 400 ribu dan biaya buku KIA (btw buku KIA nya bagus, bisa tahan lama dan gak gampang lecek). Yah, pantes banget bisa konsul sampai setengah jam sendiri, hahaha.

Dan aku juga baru sadar bahwa alat USG di RS MMC memang sebagus itu, lho!
Soalnya selanjutnya aku USG di RS yang jauh lebih murah, tapi begitu aku tanya detak jantung bayi di usia 9 weeks, kata dokternya belum ketahuan. Sedangkan di RS MMC usia 6 weeks udah ketahuan. Emang harga gak bisa bohong sih ya, hihihi.

2. dr. Mariza Yustina, Sp.OG - RS JMC Warung Buncit

Karena check up di RS MMC lumayan jauh dari apartemen (dan lumayan pricey juga untuk ukurang kantong kami, hehe), akhirnya kami cari opsi lain. Yup, kami memutuskan untuk coba check up ke RS JMC yang di Warung Buncit, jaksel. Kami coba ke sini atas rekomendasi dari tantenya suami yang 2x melahirkan di situ. 

Memang setelah dicek, biaya di sana lumayan terjangkau. Lahiran SC di sana untuk kelas yang 1 orang perkamar tuh cuma sekitar 20 juta. Aku check up kehamilan cuma dikenakan 300 ribuan (tanpa obat). Walau begitu, menurutku pelayanan RS nya masih termasuk bagus dan pegawainya ramah (ini aku bayar pribadi ya, gak tau kalau BPJS). Cuma memang agak lama saat pembayaran dan tebus obat. 

Aku konsul dengan dr. Mariza di usia kehamilan 9 minggu. Oh iya, setauku dr. Mariza juga praktik di RS Hermina Ciputat.
Cukup nyaman sih konsul dengan dr. Mariza, karena beliau juga pembawaannya lembut dan kalem. Beliau juga bukan tipe yang nakutin. Waktu itu aku sempat khawatir karena susah makan dan beratku turun terus, tapi beliau nenangin aku, "selama ukuran janinnya normal, gak apa-apa, buk. Tapi diusahakan makan ya, selagi bisa. Makan roti, nyemil, makan daging/ayam/telur/ikan biar beratnya nambah. Kalau buah saja belum cukup, karena buah banyak mengandung air dan tidak ada proteinnya."

Walau nyaman, tapi aku merasa kurang puas aja konsul dengan dr. Mariza. Menurutku beliau kurang komunikatif (mungkin karena di awal udah dibawelin dr. Otamar kali ya, hahaha). Saat USG kurang dijelaskan, cuma kasih tau HPL, selebihnya bilang "normal, bagus, baik". Selain itu dr. Mariza juga jarang menjelaskan sesuatu kalau gak ditanya. Sesi check up nya juga bentar, paling lama 15 menit. Ya namanya juga baru pertama kali hamil, pasti masih bingung dan butuh banyak arahan, kan? Tapi ya sudahlah, biaya konsulnya juga terhitung murah. Dan juga dengan alat USG yang biasa saja (alatnya baru bisa menghitung detak jantung janin di uk 11 minggu, hahaha), biayanya terhitung worth sih. Begitu pun antrian pasien dr. Mariza lumayan rame, loh. Kami pernah datang pukul 10 dan baru diperiksa pukul 12. Tapi kadang nunggu 15 menit udah dipanggil. Tergantung rame atau tidaknya antrian lah, hahaha.

3. dr. Afifah Khairani, Sp.OG - Smart Pregnancy Clinic

Waktu itu harusnya kami check up kehamilan keempat, saat angka kasus covid-19 sedang tinggi-tingginya. Lebih membingungkan lagi, ternyata RS JMC jadi RS rujukan covid. Kami langsung cari opsi tempat lain. Kepikiran ke RSIA karena di RSIA tidak terima pasien covid, tapi setelah dicek biaya check up di RSIA lumayan mahal. Karena itu kami coba cari opsi klinik, dan ketemu lah SPC ini. Kebetulan dekat apartemen dan sering lewat, jadi udah lumayan tau tempatnya. Biayanya juga masih standar. Biaya check up sekitar 450 ribu, belum termasuk obat. Di SPC, aku konsul dengan dr. Afifah.

Nah, dr. Afifah ini masih jadi dokter obgyn ku sampai sekarang, soalnya aku merasa cocok dengan beliau. Orangnya lembut, baik, ramah, dan cukup komunikatif. Di pertemuan pertama aku bahkan dipanggil "din" (namaku), bukan dipanggil "bu", jadi terasa akrab dengan beliau. Mungkin karena beliau lihat aku juga masih muda ya.

Saat USG, beliau menjelaskan dengan detail. Beliau kasih tau tuh ini lagi periksa apa, kepalanya mana, kakinya mana, beratnya, djj nya, sampai dijelaskan juga istilah-istilah di USG nya. Pokoknya USG nya bisa beneran clear lah. Oh iya, beliau juga pro normal banget dan VBAC, loh. Di SPC juga bisa diusahakan VBAC dan bisa gentlebirth. Di uk 32 minggu, si baby boy kepalanya masih di atas, jadi aku diwanti-wanti dr. Afifah utk banyak sujud, ikut yoga dan melakukan gerakan-gerakan yang bisa mengoptimalkan posisi janin. Aku agak takut karena kepalanya masih di atas, ditambah lagi ada 2 lilitan di leher baby. Tapi dr. Afifah nenangin aku. Beliau bilang, "gak apa-apa, din. Masih bisa diusahakan. Pasien saya kemarin ada yang udah 39 masih bisa muter kepalanya. Nunggingnya ditambah lagi ya, jadi 6x sehari. Untuk lilitan, gak jadi masalah dan gak bahaya. Pokoknya kita usahakn dulu, ya." Di saat aku udah agak hopeless, beliau malah yang optimis banget. Huhu, sayang deh sama dr. Afifah.

Oh iya, dr. Afifah ini juga praktik di RSIA Kemang atau Kemang Medical Care (KMC). Aku cukup bersyukur bisa konsul dengan beliau di klinik dengan biaya yang lumayan terjangkau. Kalau di KMC kayanya ga sanggup, deh. Habisnya mehong, bok! Secara ya, KMC kan RS langganan artis. Raisa aja lahiran di sana. Biaya konsulnya 1x kayanya setara biaya makan sebulan. Hihihi.

4. dr. Febriansyah Darus, Sp.OG (K) - Smart Pregnancy Clinic

Aku periksa dengan dr. Febri hanya untuk US Fetomaternal sebenarnya. Di usia kehamilan 26 minggu, aku direkomendasikan dr. Afifah untuk USG Fetomaternal, walaupun kehamilanku baik dan gak ada masalah. Tapi gak apa, untuk berjaga-jaga.

Aku cukup berekspektasi lebih di USG ini, karena harganya yang lumayan mahal dan katanya USG nya lebih detail. Karena itu aku berekspektasi penjelasan USG nya harusnya lebih detail lagi. Ternyata foto USG dan laporan untuk ke obgyn nya yang lebih detail, bukan penjelasan ke kita nya. Agak kecewa tapi gak apa-apa, yang penting semuanya baik dan normal.
Kalau dr. Febri nya sendiri menurutku kurang komunikatif sih, banyak diamnya, walau beberapa kali beliau bercanda ke kita dan berusaha mencairkan suasana. Tapi memang saat dengan dr. Febri aku gak banyak tanya, karena aku cuma USG feto, kan? Yang tahu banyak kondisiku tetap dr. Afifah, jadi gak terlalu masalah dengan dr. Febri.

Btw, saat USG dengan dr. Febri perutku agak sakit rasanya. Beliau kayanya terlalu menekan dan kurang lembut, deh. Aku jadi gak fokus merhatiin layar USG. Tapi kayanya dokter cowo tuh begitu ga, sih? Kurang lembut aja gitu. dr. Otamar juga lumayan sakit pas USG, tapi gak sesakit dr. Febri (mungkin karena dengn dr. Febri kandungannya sudah lebih gede).

Yak, itu dia beberapa dokter obgyn khususnya di Jakarta Selatan yang pernah aku datangin. Mungkin ya, akan nambah satu lagi (kalau misalnya aku jadinya SC). Kalau di usia kehamilan 38 minggu masih sungsang, aku akan langsung check up ke RS Budhi Jaya (karena aku rencana mau SC Eracs di sana). 

Sudah coba riset dokternya yang bagus di sana. Yang terkenal sih prof. Ichramsjah, tapi sepertinya aku gak ke beliau, deh. Soalnya pasiennya pasti banyak, dan beliau spesialis fertilitas. Yang periksa ke beliau pasti kebanyakan yang sedang program punya anak, dan sepertinya akan rame. Jadi aku bakal coba ke dr. Ichnandy. Aku baca-baca, beliau ahli laparaskopi juga dan cukup sering bedah membedah sepertinya. Makin yakin lah aku, dan masih nyambung kalau aku mau sc dengan beliau, hehe.

Segitu dulu, deh. Ntar aku bakal tulis pengalaman lahiran (kalau udah lahiran). Apalagi kalau lahirannya dengan Eracs, karena belum banyak yang bahas ini. Nantikan aja, ya. Bye!^^

Senin, 21 Oktober 2019

PEMUDA DAN TREN KEBAIKAN DI MEDIA SOSIAL


Dunia sedang memasuki era globalisasi, yang ditandai dengan terjadinya proses integrasi internasional yang meliputi pertukaran pemikiran, pengetahuan, produk dan aspek-aspek budaya lainnya. Globalisasi membawa inovasi dan perubahan yang cukup signifikan di seluruh dunia, salah satunya adalah media sosial. Media sosial adalah media daring dimana semua orang dari seluruh dunia bisa berinteraksi jarak jauh. Berbeda dengan fasilitas telepon, media sosial mampu menghubungkan banyak orang untuk berinteraksi satu sama lain bahkan yang belum dikenal. Media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram perlahan  semakin diminati publik karena selalu diperbarui juga dengan fasilitas yang menarik, seperti fasilitas mengunggah banyak gambar, video dengan durasi yang cukup lama, dan sebagainya. Dewasa ini, media sosial bahkan mampu menjadi tempat dimana semua orang bisa menunjukkan siapa dan bagaimana dirinya. Singkatnya, media sosial beralih dari sekadar wadah berinteraksi menjadi wadah untuk setiap orang mengaktualisasikan dirinya.
            Hal itu tentunya menjadi salah satu hal positif dalam perkembangan zaman yang terjadi saat ini. Masyarakat kita tidak perlu lagi harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk melihat sekilas seperti apa Eropa dan berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di sana. Dengan media sosial, setiap orang punya kesempatan untuk berinteraksi dengan orang di belahan dunia lain, entah itu untuk berbagi ilmu, pengalaman, atau sekadar berteman. Namun tidak dapat dipungkiri, media sosial juga memiliki sisi negatif bagi penggunanya. Menurut artikel yang bersumber dari laman bbc.com, beberapa dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan media sosial antara lain kecanduan, meningkatnya tingkat kecemasan, terganggunya hubungan di dunia nyata, kepercayaan diri, dan kesulitan tidur (insomnia). Hal inilah yang melatarbelakangi banyak pihak memandang negatif penggunaan media sosial khususnya di kalangan remaja dan penuda. Pemuda zaman sekarang yang dewasa ini sudah dilabeli dengan sebutan ‘generasi milenial’ dinilai rentan terhadap hal negatif yang ditimbulkan media sosial. Banyak orang tua dan generasi lampau menyebut generasi milenial sebagai generasi yang pemalas, apatis terhadap lingkungan, dan anti sosial karena sibuk dengan gawai (gadget) dan mdia sosial mereka. Padahal, realita media sosial sekarang ini justru menunjukkan tingginya kepedulian sosial para pemuda pengguna media sosial.
            Media sosial twitter sekarang kembali digandrungi oleh masyarakat terutama anak muda, setelah sebelumnya sempat sepi peminat. Merebaknya kembali pemakaian Twitter di dunia internet bukan hanya sekadar menaikkan kembali media sosial ini, namun juga memunculkan tren-tren baru. Salah satu tren yang merebak di Twitter adalah “Twitter, please do your magic”. Tren ini adalah tren dimana seseorang membuat sebuah utas untuk meminta tolong dari para pengguna Twitter. Biasanya utas tersebut berisi kisah tentang hidup seseorang dan kenapa ia perlu dibantu, baik secara material, seperti dana, maupun non-material, seperti retweet atau komentar-komentar penyemangat di kolom khusus komentar. Beberapa utas do your magic yang tela berhasil antara lain tentang seorang anak yatim piatu yang butuh dibantu secara materi, cerita tentang supir ojek daring yang tertimpa musibah dan butuh pertolongan, kakek tua yang sudah renta namun masih semangat mencari rezeki dengan berjualan dan sebagainya.
Tren kebaikan seperti ini menjadi menarik, ketika kita tahu bahwa pembuat utasnya sendiri adalah para anak muda usia 20-an tahun. Beberapa diantaranya bahkan masih berstatus mahasiswa, namun bisa menggerakkan orang lain untuk membantu sosok yang diceritakannya melalui utas tersebut. Tren ini tidak jarang membuat para figur publik atau influencer media sosial menjadi tergerak untuk membantu, khususnya dalam hal materi. Salah satunya Karin Novilda atau yang akrab dengan panggilan Awkarin. Ia menjadi salah satu contoh influencer yang sigap membantu orang-orang yang butuh bantuan dan dipromosikan melalui tren do your magic ini.
            Selain itu, twitter maupun instagram juga mulai ramai dengan anak-anak muda yang dengan sukarela mau membagikan pengalaman yang pernah terjadi dalam hidupnya maupun tips menarik. Beberapa diantaranya adalah pengalaman agar lebih berhati-hati dengan penipuan di internet, tips berwirausaha, maupun tips memasak cemilan sederhana dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan. Hal-hal semacam ini tentu bermanfaat dan membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.
            Satu hal yang mengesankan adalah bahwa anak muda di era sekarang bukan hanya peduli pada orang-orang yang membutuhkan secara materi, namun juga suportif pada pengguna media sosial lain yang membutuhkan dukungan secara moral dan mental. Hal ini mungkin masih sulit ditemukan di media sosial seperti Facebook dan Instagram, karena selain latar belakang penggunanya yang beragam, pola pikir pengguna setiap platform media sosial pun berbeda-beda. Namun di Twitter, kita bisa mulai menemukan anak-anak muda yang suportif dan peduli pada rekan sesama pengguna.
Kesehatan mental dewasa ini menjadi salah satu isu yang mulai dianggap cukup penting, menyusul banyaknya kasus bunuh diri dan depresi yang terjadi, dan anak muda pengguna media sosial mulai sadar betul akan hal ini. Mereka mulai punya kesadaran untuk mencegah terjadinya perundungan di dunia maya (cyber bullying), yang diperkirakan menjadi penyebab terbesar kasus bunuh diri. Hal ini membuat mereka tergerak untuk memberikan dukungan dan kalimat positif untuk rekan pengguna lainnya, baik yang terlihat sedang tertekan maupun yang membutuhkan dukungan moral secara terang-terangan.
Beberapa anak mudia di media sosial seperti komunitas penggemar K-Pop juga menyediakan jasa konsultasi psikologi secara daring, salah satunya adalah Army Help Center (AHC). Komunitas ini terdiri dari anak-anak muda lulusan psikologi sekaligus penggemar grup music Korea, yaitu BTS. Sebagai penggemar yang melanjutkan misi idolanya, yaitu mengkampanyekan love yourself, anak muda di komunitas ini menyediakan layanan konsultasi dan curhat untuk orang lain yang butuh untuk didengarkan dan diberikan dukungan. Rasanya ini cukup menjadi antitesis terhadap stigma bahwa media sosial menyebabkan depresi dan gangguan kecemasan. Pada kenyataannya, banyak orang lebih menemukan dukungan dan kehangatan dari orang-orang di media sosial dari pada orang-orang sekitarnya di dunia nyata.
            Beberapa tren kebaikan tersebut menjadi bukti yang cukup untuk membuka wawasan kita bahwa media sosial tidak sepenuhnya membawa keburukan, dan pemuda Indonesia dewasa ini tidaklah apatis, pemalas dan anti sosial seperti yang kita asumsikan. Kenyataannya, para pemuda bahkan bisa menjadi pencetus dan inisiator kebaikan untuk lingkungannya. Harapan penulis, semoga para pemuda akan terus menggaungkan tren-tren kebaikan serta akan tetap menjaga api semangat berbuat kebaikan dalam diri mereka.

Minggu, 10 Maret 2019

KENAPA PEREMPUAN JUGA PERLU NONTON “CAPTAIN MARVEL”?

Bioskop Indonesia sepertinya sedang kedatangan film-film menarik. Sebut saja Captain Marvel dan Dilan 1991, keduanya cukup menarik atensi masyakarat dan mampu membuat bioskop-bioskop di Indonesia penuh sesak dalam seminggu terakhir. Bahkan jika kalian ingin menonton salah satunya, rasanya perlu memesan jauh-jauh hari jika tidak ingin mendapat jatah duduk dekat layar. Setinggi itu animo masyarakat, sehingga saya bertanya-tanya “se-worth it apa sih film-film ini?”.

Untuk mendapatkan jawabannya, saya memutuskan untuk ikut menonton salah satu film tersebut. Pilihan saya jatuh pada film Captain Marvel. “Kenapa gak Dilan 1991 aja? “ Teman-teman saya membocorkan bahwa pada akhirnya Dilan dan Milea akan putus seperti akhir yang terjadi di buku. Saya jelas tidak ingin nonton, karena tidak perlu repot-repot menonton kisah cinta orang lain untuk bisa menangis, wong kisah cinta saya juga sedih kok!

Akhirnya saya memilih Captain Marvel sebagai pilihan. Jujur, saya bukan penggemar Marvel Universe, apalagi mengikuti film-filmnya yang lalu karena kurang suka dengan film yang banyak adegan berantem atau bertempurnya. Serial film yang menjadi bagian dari Disney ini pun kerap menjadi pilihan cadangan saya jika saya rasa tidak ada lagi film menarik yang saya tonton. Pada saat akan menonton pun saya sempat was-was tidak akan paham ceritanya karena belum menonton yang sebelumnya. Namun saya percaya dengan Marvel dan Disney, karena pasti ada hal lain yang lebih worth it untuk dinikmati dalam filmnya dari pada sekadar mementingkan alur cerita semata. Ternyata bener, lho! Marvel gak pernah ngecewain (gak kaya kamu *eh).

Inti ceritanya sih biasa, kali ini Marvel memperkenalkan seorang heroine baru yang sangat kuat dan memiliki kekuatan unik yaitu tangannya yang bisa mengeluarkan ledakan api. Pahlawan kita kali ini seorang perempuan bernama Carol Danver yang menjadi prajurit untuk bangsa Kree yang selalu bermusuhan dengan bangsa Skrull dan kemudian berpetualang mengelilingi semesta sampai bumi untuk menegakkan keadilan.
Saya gak akan spoiler tentang ceritanya secara detil, karena bukan itu yang akan saya ceritakan. Saya sampaikan kepada kalian semua, bahwa kesan yang saya dapatkan ditengah-tengah acara menonton adalah: film ini dirilis bulan Maret sebagai dukungan untuk International women’s day. Bahkan saya merasa film ini ditujukan khusus untuk para perempuan. Kenapa?

Kalau kalian sudah nonton film ini, kalian akan menemukan banyak peran-peran penting dimainkan oleh perempuan. Pemeran utama, sahabat sang heroine sesama pilot, ilmuwan, hingga tokoh antagonisnya juga seorang perempuan. Jujur, saya baru ini melihat film superhero yang identik dengan maskulinitas bisa begitu bagus dengan peran-peran pentingnya yang kebanyakan dimainkan oleh perempuan. Masalah perempuan menjadi antagonis atau protagonis itu tidak perlu dibahas, toh manusia dengan jenis kelamin apapun bisa bertindak jahat kan?

Selain itu, kalian akan menyadari bahwa kekuatan  yang didapatkan oleh Carol hingga menjadi sehebat itu disebabkan oleh satu hal: ketertindasannya sebagai anak perempuan. Carol tumbuh dalam keluarga yang cukup patriarki, bahkan mungkin ‘sangat’ patriarki. Ia dilarang untuk ikut balap mobil untuk anak-anak oleh ayahnya, diremehkan saat bermain softball, ditertawakan oleh rekan laki-laki saat pelatihan fisik menjadi angkatan udara , bahkan dilarang menerbangkan pesawat hanya karena ia seorang perempuan dan karena itu ia dianggap lemah. Perlakuan seksis itu yang membawanya bertekad untuk membantu seorang ilmuwan perempuan dari Kree dengan menjadi pilotnya untuk uji coba penemuan terbaru sang ilmuwan.

Film ini cukup membuat hati saya menghangat. Pasalnya, tekad Carol untuk membuktikan dirinya mampu dan berkompeten sebagai seorang pilot perempuan sangat menginspirasi khususnya bagi kaum perempuan. Carol membuktikan pada kita semua bahwa perempuan juga bisa menggapai impiannya, bisa berkontribusi untuk orang lain dan bisa berkompeten bahkan di dunia STEM seperti laki-laki jika diberikan kesempatan yang sama. Carol juga mengajak kita, perempuan, untuk berani mengejar passion dan bermanfaat bagi orang banyak. Yang lebih penting, hal itu kita lakukan untuk diri kita sendiri dan bukan untuk orang lain, seperti yang dikatakan oleh Carol pada kaptennya "I don't need to prove anything to you".

Bukan hanya Carol, pesan yang sama juga bisa kita dapatkan dari Maria, sahabat seprofesinya Carol. Menjadi ibu tunggal untuk anak perempuannya tidak menghalanginya untuk melanjutkan mimpinya mengemudikan pesawat yang sempat tertunda. Selain itu Kecerdasan Tertinggi (Supreme Intelligence), pemimpin tertinggi bangsa Kree, yang merupakan seorang perempuan juga membuktikan pada kita bahwa perempuan juga bisa memimpin. Jika kita masih berpikir bahwa perempuan tidak bisa memimpin hanya karena ia mengedepankan perasaan ketimbang logika, sepertinya kita perlu menggunakan koneksi internet dengan lebih baik agar lebih mengenal Ratu Elizabeth II dari Inggris dan Hillary Clinton yang merupakan seorang mantan senator di AS dan sempat mencalonkan diri sebagai presiden AS. Lagi pula, sepertinya yang terpenting sekarang bukan seberapa berlogika seorang pemimpin dalam memimpin, namun seberapa tinggi rasa kemanusiaannya. Berlogika namun tidak manusiawi hanya akan menimbulkan masalah kedepannya.

Jadi, menurut saya inilah alasan-alasan kenapa para perempuan perlu rasanya ikut nonton film ini walaupun terkesan maskulin. Dengan menonton film ini, semoga para perempuan bisa lebih mencintai dirinya sebagai perempuan dan lebih percaya diri untuk mengembangkan potensinya dan mengejar passion yang dimilikinya, seperti yang dilakukan Carol. Akhir kata, untuk para perempuan dimanapun kalian berada, selamat hari perempuan sedunia!

Kamis, 06 Desember 2018

MENJADI PRODUKTIF UNTUK INDONESIA KREATIF

Dunia sedang memasuki era globalisasi dan IPTEK, dimana kehidupan semakin canggih dan persaingan semakin ketat. Era revolusi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi untuk memudahkan kehidupan manusia, salah satunya Artificial Intelligence (AI). Namun, teknologi ini bisa memberikan efek samping, yaitu tergerusnya peluang bekerja bagi masyarakat karena perlahan akan tergantikan dengan teknologi. Persaingan bukan lagi terjadi antarmanusia, namun juga terjadi di antara manusia dengan teknologi. Lambat laun, fenomena ini merambah hingga ke Indonesia. Mau atau tidak hal ini harus kita hadapi dengan mempersiapkan diri kita. Ada hal-hal dalam diri manusia yang tidak bisa disaingi oleh teknologi, yaitu soft skill khususnya kreatifitas. Maka dari itu, perlu rasanya membangun diri sebagai generasi yang kreatif, seperti yang dibahas dalam acara Flash Blogging kali ini dengan tema "4 Tahun Indonesia Kreatif" yang diadakan oleh Kominfo RI.

Bersama bapak Andoko Darta, staf ahli komunikasi presiden, 150 anak muda Medan yang hadir pada hari ini (07/12/2018) di aula Hotel Grand Aston Medan diberikan ilmu bagaimana menjadi generasi yang produktif dan menjadi pelopor untuk mewujudkan Indonesia Kreatif.




Materi acara ini diawali oleh cerita pak Andoko, bagaimana berpuluh tahun lalu Korea Selatan masih manjadi negara berkembang seperti Indonesia lalu kemudian melaju pesat sebagai negara maju, dan itu terjadi karena kiprah pemuda dan pemudinya sebagai agent of change. Artinya, para pemuda dan pemudi Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk membangun Indonesia menjadi lebih maju dengan sikap produktif dan kreatif di era revolusi dan globalisasi ini. Apalagi Indonesia mempunyai peluang untuk maju khususnya dalam bidang ekonomi kreatif, pariwisata, dan teknologi.

Pak Andoko juga membeberkan 6 jenis anak muda, yaitu (1) Pemuda Kreator seperti contoh founder start up dan musisi, (2) Pemuda Peduli seperti contoh relawan, (3) Pemuda biasa seperti contoh pekerja kantoran, (4) Pemuda Pahlawan seperti contoh atlet dan tim SAR, (5) Pemuda Cendekiawan seperti contoh ilmuwan, dan (6) Pemuda Eksplorer seperti contoh para Traveler alam. Keenam jenis anak muda ini dapat ditemukan di lingkungan kita dengan bermacam-macam passion dan ketertarikannya.

Satu hal yang harus digaris bawahi adalah jenis-jenis itu bukan untuk mengkotak-kotakkan siapa yang terbaik diantara yang lain. Pelaku ekonomi kreatif seperti founder sebuah start up memang baik, namun menjadi pekerja kantoran pun sama baiknya. Setiap jenis punya andil yang sama pentingnya. Jika semua orang menjadi pengusaha atau atlet, maka siapa yang akan menjadi pengurus birokrasi masyarakat? Maka dari itu, masing-masing tipe dan jenis tersebut mempunyai kedudukan yang sama pentingnya.

Selain itu, yang terpenting adalah para pemuda dengan berbagai tipe tersebut bisa produktif sesuai dengan passion-nya masing-masing dan bisa berkarya dan kreatif dengan caranya masing-masing. Produktif dan kreatif merupakan hal terpenting sebagai bekal untuk bersaing di kancah global dalam era globalisasi ini. Dengan adanya produktivitas dari pemuda dan pemudi Indonesia, target untuk memajukan negeri dan mewujudkan Indonesia Kreatif pun bisa terealisasi.

Syukurnya, pemerintah Indonesia secara antusias memberikan wadah dan fasilitas bagi para pemuda dengan macam-macam passion untuk semakin mengembangkan dirinya seperti yang dibeberkan oleh pas Andoko. Salah satu wadahnya diberikan oleh Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) RI untuk menunjang kemajuan start up dan ekonomi kreatif Indonesia. Selain itu, infrastuktur dan fasilitas lainnya juga diberikan untuk menunjang passion anak muda, seperti beasiswa, tunjangan atlet, dan pembangunan pariwisata. Wadah dan pembangun serta fasilitas tersebut diharapkan bisa bermanfaat untuk mendukung anak muda Indonesia agar lebih produktif sesuai minatnya sehingga mampu diandalkan sebagai agent of change atau agen perubahan menuju Indonesia Kreatif.


Jumat, 03 Agustus 2018

I Hate Being Introvert

Perkenalkan, gue Dini. Dan gue seorang introvert.

Mungkin gue ga perlu jelasin lebih jauh tentang introvert. Tapi gue akan coba luruskan sedikit persepsi tentang introvert yang orang awam tahu.
Ketika mendengar kata "introvert", gue yakin banyak dari kalian yang berpikir bahwa introvert adalah seorang kutu buku, pendiam, penyendiri, gak mau berteman, dan sebagainya.

Tapi sebenarnya persepsi itu kurang tepat.
Menurut beberapa artikel dan jurnal yang pernah gue baca, introvert itu bukan orang yang sukanya menyendiri terus. Engga. Introvert juga bisa berteman. Dia juga bisa berinteraksi dengan nyaman di satu perkumpulan. Tapi ya itu, setelahnya introvert butuh waktu untuk me-time, me-recharge energinya kembali karena interaksi dengan khalayak ramai itu menghabiskan energinya.

Btw, gue adalah tipe orang yang seperti itu.

Dan apa yang terjadi ketika gue harus menghadapi momen dimana 24 jam gue dihabiskan bersama lebih dari 17 orang selama sebulan?

Sebagai mahasiswa menjelang tingkat akhir, kampus gue punya beberapa program pengabdian masyarakat, salah satunya adalah KKN (Kuliah Kerja Nyata). Selama satu bulan, gue akan hidup 24 jam bersama-sama 24 orang lainnya selama sebulan, melaksanakan kerja tim dan membuat program pengabdian masyarakat.
Sebelumnya gue gak pernah ada masalah dengan kerja sosial, karena udah punya basic dalam kerelawanan. Dan gue ga pernah punya masalah dalam interaksi dengan orang lain. Itu yang gue pikir.
Ternyata, mulai dari sini gue mulai sadar kekurangan-kekurangan gue.
Kebiasaan gue menikmati waktu sendirian terbawa sampai ke program KKN gue, dimana seharusnya gue harus banyak-banyak berkumpul dan berinteraksi dengan orang lain.
Sebelum ini, gue merasa bangga bahwa gue beda dari cewek lain. Gue bisa terbiasa kemana-mana sedirian, bahkan travelling jarak jauh. Gak seperti yang lain yang kalau ke toilet mungkin minta ditemenin.
Mungkin gue pribadi baru sadar sekarang karena sebelumnya gak ada yang ngingetin atau ngerasain dampak buruk dari kepribadian gue ini.

Tapi sekarang. Gue ngerasa kesal dengan diri sendiri.

Masalahnya bukan hanya tentang introvert. Gue juga orang yang perfeksionis dalam satu hal yang menjadi tanggung jawab gue, terlalu segan untuk merepotkan orang lain, dan menganggap bahwa "selama tugas ini bisa gue kerjakan sendiri, gue kerjakan sendiri aja deh". Percayalah, sikap ini berbahaya sekali ketika kalian harus menghadapi kerja tim.

Ada satu momen dimana gue akan berbicara atau sharing di forum, setelah itu gue akan keluar, mengambil tempat untuk sendiri sekadar melihat-lihat sekitar.
Ada momen yang lain dimana gue menghandle beberapa hal seperti perizinan, materi, atau konsep yang lain dan berpikir bahwa teman-teman se tim gue akan senang karena gak akan direpotkan lagi sama gue karena hal ini.
Ada juga momen dimana gue ikut menghandle semuanya sendiri karena gue mau semuanya sesuai dengan rencana gue.
Dan bahkan ada momen dimana gue ngerasa inscure dan gak pede temenan sama mereka dan mikir bahwa gue gak cukup asik untuk temenan sama mereka.

Kenyataannya sikap begitu ga bener, dan itu cukup ngerusak hubungan gue dengan teman-teman setim. Mereka merasa tidak dipercaya, mereka merasa jadi orang bego karena ga ngerti apapun tentang project kita, dan lebih parahnya lagi mereka berpikir bahwa gue gak mau temenan sama mereka karena sering sendirian.

Untungnya, teman-teman KKN gue mau ngomong baik-baik. Ngobrol empat mata, dan tanya kenapa gue begitu. Dan separah-parahnya sikap gue, gue selalu melatih diri juga untuk terbuka dan legowo dengan segala kritikan dan keluhan. Mereka ternyata gak seperti yang gue pikirkan. Mereka sangat perhatian dengan gue (sampai izin kemana-mana tetap ditanya "udah makan atau belum", "udah dimana", "jam berapa pulang", "hati-hati ya", "udah dimana? Biar dijemput di simpang sekarang"). Mereka dengerin kenapa gue bersikap begitu, dan entah kenapa gue baru ini bisa bener-bener nyaman cerita tentang gue yang trauma punya pengalaman dibullying yang parah secara psikologis selama masa SMA yang cukup membuat gue depresi dulunya.

Ah iya, gue baru sadar juga sih. Bisa jadi sikap menyendiri gue timbul karena gue pernah dibullying parah dan bikin gue sendirian terus selama beberapa bulan. Gue secara gak sadar menutup diri karena takut punya teman yang dekat banget, tapi akhirnya dimusuhi lagi dan dibullying lagi seperti dulu. Karena yang gue inginkan sekarang adalah menghindari konflik pertemanan agar gak dibullying lagi, dan menjadi orang yang berteman ala kadarnya agar kejadian dulu gak terulang lagi. Tapi ternyata sikap gue ini malah memunculkan konflik juga. Wkwkwk.

Sebagai pengingat untuk diri gue sendiri dan orang-orang yang punya kepribadian yang sama dengan gue, mentor gue pernah bilang seperti ini; "kamu bukanlah hamba/budak dari kepribadianmu. Tapi kamu adalah hamba Tuhanmu".
Artinya, kita bisa mengubah kepribadian kita sesuai dengan kondisi yang ada. Karena kita bukan hidup untuk diri sendiri, namun juga hidup untuk orang lain. Istilah manusia sebagai makhluk sosial itu bener kok. Karena introvert seperti gue bahkan bisa nangis kalau udah menyinggung masalah hubungan pertemanan. Gue pribadi juga merasa "percuma gue banyak-banyak baca buku dan denger podcast tentang self improvement, kalau gue bahkan gabisa aplikasikan itu di kehidupan gue sendiri".

Untuk yang punya teman sama seperti gue, percayalah kita-kita sebenarnya gak ingin dibiarkan. Kita gak ingin dijauhi. Kita cuma ingin dirangkul, ditemani, diberi dukungan dan dianggap menjadi bagian dari kalian. Karena salah satu masalah introvert sendiri adalah cukup sulit berbaur secara konsisten dengan orang lain.

Mungkin segini aja curhatan pengalaman gue. Percayalah menulis ini menjadi media gue meluapkan perasaan agar gue sendiri bisa lega. Semoga bermanfaat buat semuanya.

Senin, 23 April 2018

Dream, girl!: Mendobrak Stereotipe.

Berbicara mengenai perempuan memang tidak ada habisnya. Perempuan dan segala kisahnya kerap digaungkan sebagai bagian dari perjalanan hidup , termasuk oleh masyarakat Indonesia. Dengan ibu Kartini sebagai representatif, perempuan dengan segala tentangnya kerap dibincangkan oleh kita semua, setidaknya setahun sekali melalui hari Kartini.

Hari ke hari, ibu Kartini selalu menjadi inspirasi bagi perempuan-perempuan Indonesia dari berbagai zaman. Tentunya zaman setelah Kartini. Hadirnya ibu Kartini menjadi sebuah pemantik bagi perempuan-perempuan Indonesia setelahnya untuk bergerak, mengaktualisasikan dirinya, serta menjadikan dirinya "ada" dan dibutuhkan bukan hanya bagi keluarganya, namun juga bagi masyarakat luas.

Setiap tahun, perayaan hari Kartini yang jatuh tepat pada tanggal 21 April setiap tahunnya selalu dimaknai sebagai kebangkita perempuan. Hari Kartini selalu menjadi momen refleksi bagi kontribusi dan kemajuan perempuan Indonesia, sampai ada istilah "Kartini masa kini". Zaman telah berubah, maka apa yang diperjuangkan perempuan Indonesia dari setiap generasi pun berbeda pula, sesuai dengan kondisi dan situasi. Namun sepertinya ada satu hal yang akan selalu diperjuangkan oleh perempuan mulai dari zaman Kartini hingga zaman sekarang; stereotipe masyarakat mengenai perempuan.

Bukan hal baru lagi jika perempuan selalu diikuti oleh stereotip dan stigma di masyarakat. Perempuan seharusnya menjadi ibu rumah tangga, perempuan harus menikah dibawah 25 tahun agar tidak dianggap perawan tua, perempuan harus bisa masak dan membereskan rumah, perempuan merupakan makhluk lemah yang harus dilindungi oleh laki-laki, perempuan seharusnya tidak lebih tinggi secara penghasilan atau pekerjaan dari laki-laki, dan sebagainya. Hal ini bahkan terjadi pada zaman ibu Kartini, dimana pemikiran bahwa perempuan harus berada diantara dapur, sumur, dan kasur menjadi pemikiran awam masyarakat.

Untuk menjadi wanita yang maju dan bisa mengaktualisasikannya, yang perlu kita lakukan adalah berusaha mendobrak stereotipe ini. Namun yang perlu kita ingat, mendobrak bukan berarti mengubah. Kita tidak akan bisa mengubah pola pikir orang lain. Yang bisa kita lakukan hanyalah membuktikan bahwa pola pikir selain itu tidaklah salah. Yang terpenting dari menjadi seorang wanita dan ibu adalah menjalankan kewajiban dan kodrat yang seharusnya terlbih dahulu.

Sebelum seorang wanita beranjak untuk mengaktualisasikan dirinya, ia harus terlebih dahulu memahami dengan baik kewajiban dan haknya. Bahkan seorang manusia, baik laki-laki maupun perempuan, perlu melaksanakan kewajibannya dahulu sebelum meminta haknya. Maka selama kewajiban kita sebagai seorang anak perempuan, eanita, dan ibu dapat terpenuhi dengan baik, maka aktualisasi diri dan berkarya pun tidak menjadi masalah.

Para wanita, beranilah bermimpi. Kejar mimpi tersebut. Menjadi womanpreneur, pekerja seni, manager, doktor, maupun pekerjaan kantoran bisa kita kejar. Jangan takut akan cemooh dan stereotipe masyarakat. Dirimu berhak mengaktualisasikan diri. Namun jangan lupakan kewajibanmu sebagai wanita dan terlebih lagi jika sudah menjadi seorang ibu. Buktikan para orang lain yang punya stereotipe terhadap wanita bahwa dirimu mampu dan dapat melampaui pemikiran mereka. Ini yang dahulu diperjuangkan ibu Kartini, maka seremonial hari Kartini haruslah diiringi dengan tindakan melanjutkan perjuangannya.

"Apa wanita harus selalu paham dengan urusan dapur? Apa pria harus selalu paham dengan urusan mekanik atau repairing? Kodrat perempuan itu apa? Kalau jawabannya: mengandung, melahirkan, menstruasi; saya setuju. Kalau jawabannya: menikah, punya anak, memasak; maka anda perlu pendidikan lebih" - Jeje Parta

Kamis, 12 April 2018

Untuk Kita Renungkan


Pada hari itu dosenku mulai menceritakan kisah perjalanan hidupnya, tentang bagaimana ia bekerja keras selama menempuh program doktoralnya di Amerika, menjalani hidup sebagai imigran bersama anak dan suaminya, hingga cobaan datang dalam bentuk penyakit yang diderita suaminya dan membuat penglihatan suaminya tidak berfungsi sebagaimana semestinya. Hal tersebut ternyata kerap menimbulkan masalah, contohnya saat ia sedang berjalan.

Hingga tiba di ujung cerita, tentang orang-orang yang langsung menvonis tanpa mengonfirmasi alasan kenapa suaminya sering menabrak orang-orang saat jalan. Hal itu membuatnya sangat kesal. Lucunya, dari sekian banyak pesan-pesan kehidupan yang ia sampaikan melalui ceritanya, aku malah memikirkan hal tersebut. Tentang dirinya yang kesal pada orang-orang yang suka menvonis orang lain bahwa orang tersebut salah tanpa mengonfirmasi cerita dibaliknya terlebih dahulu.

Aku pikir ini benar. Kita sudah sering termakan oleh asumsi kita sendiri, hingga melupakan alasan-alasan serta kenyataan di balik tindakan seseorang.

Aku pernah merasakannya, bagaimana seseorang menvonis tindakanmu sebagai hal yang salah, menyalahkanmu serta meremehkanmu padahal ia tidak tahu apa yang sedang kamu alami.

Aku yakin banyak dari kita menyadari bahwa hal ini kerap terjadi. Sayangnya, sebagian besar mencoba tutup mata atas ironi ini.

Sebenarnya aku pun begitu. Berpikir pesimis bahwa cara pandang itu sudah menjadi budaya manusia. Sulit rasanya untuk mengubah. Namun jika semua orang menutup mata dan mulut atas ironi ini, bukan tidak mungkin jika dampak yang lebih besar akan muncul.

Contohnya apa? Sebut saja kasus bunuh diri.

Suatu artikel mengatakan bahwa kasus bunuh diri bisa disebabkan oleh beberapa faktor, dan salah satu yang paling mempengaruhi adalah perasaan tak berdaya akibat adanya situasi yang menekan orang tersebut. Situasi tersebut paling mungkin muncul dari lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Artinya, vonis buruk yang kita timpakan ke seseorang bisa menjadi pemicu bunuh diri paling potensial dalam diri orang tersebut, karena ia merasa tertekan dan tak berdaya atas vonis kita. Agar lebih paham, serial televisi kabel 13 reasons why bisa memberikan gambaran bagus dalam fenomena ini.

Ada lagi cerita tentang orang yang membenarkan tindakannya dan mengesampingkan kenyataan yang sedang dialami orang lain karena tindakannya, seperti contoh mencoret-coret baju saat kelulusan di pusat kota. Sebenarnya masalahnya bukan terletak pada coret-coretnya, namun terletak pada akibat yang ditimbulkan jika mereka melakukannya di pusat kota. Munculnya kemacetan panjang, sampah berserakan, dan fasilitas umum ikut rusak tercoret-coret.

Sebagian orang berusaha mencari pembelaan, dengan kalimat “setahun sekali aja kok macetnya. Setahun sekali aja kok berserakan sampahnya. Setahun sekali aja kok tercoretnya.” Tapi coba sejenak berpikir, apa yang akan dialami oleh orang-orang yang terkena dampaknya. Bisa jadi beberapa orang yang terjebak macet saat itu sedang mengejar sesuatu yang penting bagi hidupnya (dan aku pernah merasakan ini). Bisa jadi ada orang yang sedang dalam keadaan darurat saat kemacetan terjadi. Bisa jadi ibu-ibu pekerja kebersihan yang berusia hampir senja harus pulang larut demi membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Bisa jadi pemerintah akan mengeluarkan uang pajak dari masyarakat (lagi) untuk merenovasi kerusakan yang ada, padahal masih ada kebutuhan negara yang lebih penting dari sekedar merenovasi dampak kecerobohan kita.

Setelah melihat fenomena yang ada, masihkah kita merasa baik-baik saja ketika menvonis orang dengan seenaknya? Masihkah kita merasa nyaman saat menyepelekan orang lain? Masihkah kita merasa benar, sepele dan tidak peduli atas kejadian yang mereka alami karena ulah kita?

Ah, tapi siapakah aku ini? Bukankah menurut kalian seharusnya aku tidak mengomentari cara pandang orang lain? Namun aku juga punya hak untuk mengungkapkan cara pandangku kan?

Karena menurutku, kehancuran individu dan sosial manusia bukan lagi hanya karena harta, tahta dan wanita. Lebih dari itu, lidah dan cara pandang yang terasah tanpa terarah pun sama berbahayanya.